Terpidana Mati Berharap Mukjijat
TANGERANG,SNOL—Tiga dari sepuluh terpidana mati yang akan dieksekusi pernah divonis hakim Pengadilan Negeri Tangerang. Ketiganya berharap mendapatkan mukjijat dan ccrail.com kesempatan agar terbebas dari lesatan peluru tajam.Ketiga terpidana mati itu adalah Sylvester Obiekwe Nwolise, Rodrigo Gularte dan Sergei Areski Atlaoui. Mereka kini sudah berada di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Kemarin, sejumlah kuasa hukum serta keluarga terpidana mati terus berdatangan, Jumat (6/3). Termasuk istri serta saudara Sylvester Obiekwe Nwolise, terpidana mati asal Nigeria yang pernah divonis hukuman mati Hakim Pengadilan Negeri Tangerang.
Sylvester pertama kali ditangkap pada tahun 2003 di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Dia diringkus karena berusaha menyelundupkan heroin seberat 1,2 Kg. Sylvester dijatuhi hukuman mati pada 2004 lalu oleh PN Tangerang. Dia sudah mengajukan banding hingga kasasi namun hukumannya tetap berubah. Pada Februari 2015 lalu, Presiden Joko Widodo menolak grasi yang diajukan Sylvester.
Istri serta saudara Sylvester Obiekwe Nwolise, Novarita datang ke dermaga Wijaya Pura, Cilacap. Keduanya menumpang taksi dari hotel tempat mereka menginap. Istri warga negara Nigeria itu tampak menutupi wajahnya dengan selendang. Kedua perempuan itu enggan berkomentar ketika ditanya awak media.
Pada pukul 15.00, istri dan saudara Sylvester keluar dari dermaga. Perempuan yang terus menutupi wajahnya dengan selendang itu tak mau berkomentar sepatah katapun. Dia langsung naik ke taksi yang sudah menunggunya di luar dermaga.
Novarita mengatakan kedatangan mereka untuk melihat kondisi Sylvester di lapas Batu Nusakambangan. Dia mengaku saat ini kondisi psikologis Sylvester baik.
“Belum ditempatkan sel isolasi. Masih bercampur dengan warga binaan yang lain,” paparnya. Dalam kesempatan itu, Novarita juga mengatakan pada Sylvester bahwa eksekusi tidak akan dilakukan minggu ini. Pasalnya kuasa hukumnya sedang berjuang mengajukan PK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Novarita menjelaskan, pria yang ditangkap lantaran membawa 1,2 kilogram heroin pada tahun 2003 itu tetap optimis PK akan dikabulkan oleh hakim persidangan. “Dia berharap ada mukjizat,” tuturnya.
Langkah menghindari hukuman mati juga dilakukan salah satu terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte. Pria yang menyelundupkan 19 kg kokain ke dalam papan selancar itu mencoba lepas dari hukuman dengan mengaku mengalami gangguan jiwa. Kemarin. puluhan organisasi disabilitas membuat petisi agar Kejaksaan Agung (Kejagung) membatalkan pelaksanaan eksekusi mati pada Rodrigo.
“Kami datang menyerahkan petisi puluhan organisasi disabilitas Indonesia. Kami sudah mempelajari rekam media (Rodrigo) sejak 1996. Keluarganya mengirimkan bukti catatan medis sakit jiwa sejak 1996,” ucap Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (6/3). Yeni beralasan bahwa dalam Pasal 44 KUHP, penyandang sakit jiwa tidak dapat dipidana. Namun sayangnya, Yeni tidak tahu pasti apakah rekam medis yang disebutkannya itu telah menjadi pertimbangan hakim atau tidak.
“Harusnya iya dikirimkan tahun 2004 melalui pengacaranya saat sidang, seharusnya memang,” kata Yeni.
Rodrigo, ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada tahun 2004 saat hendak menyelundupkan 19 kg kokain yang disembunyikan di papan selancar. Pria kelahiran 1992 itu divonis pidana mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 7 Februari 2005 dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Banten pada 10 Mei 2005. Rodrigo tidak mengajukan kasasi atas vonis hukuman mati tersebut. Permohonan grasinya juga telah ditolak Presiden Joko Widodo melalui Keppres nomor 5/G pada tanggal 5 Januari 2015.
Terpidana lainnya, Sergei Atloui juga berusaha menghindar dari hukuman mati. Pria asal Prancis yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena bersalah menjadi peracik sabu Cikande itu sedang mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait perkaranya.
Untuk sementara, ketiganya masih bisa bernafas lega. Demikian juga tujuh terpidana mati yang dijadwalkan menghadapi regu tembak. Pemerintah Indonesia memutuskan menunda eksekusi karena masih ada proses hukum yang harus dijalani sebagian narapidana. Termasuk upaya PK dan PTUN yang diajukan Sergei Atloui dan Sylvester Obiekwe Nwolise. (aph/far/gatot/jpnn)