Pagar Belum Dicabut, Siswa SD Gangsa Kembali Sekolah

KRESEK,SNOL—Senyum ceria kembali terlihat di wajah siswa – siswi SDN Gangsa Desa Pasir Ampo Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang. Setelah dua hari tak bisa masuk kelas karena gedung sekolahnya dipatok bambu, mereka akhirnya kembali melakukan kegiatan belajar mengajar, Rabu (25/2).

SDN Gangsa jadi sorotan karena sejumlah orang yang mengaku ahli waris lahan sekolah membuat pagar bambu mengelilingi tempat anak-anak Desa Pasir Ampo belajar. Pagar bambu itu masih belum dibongkar hingga kemarin. Ahli waris tetap memasang pagar namun masih menyisakan sedikit jalan untuk dilintasi sepeda motor. Melalui jalan itulah para siswa dan http://localstars.com/viagra-online-canada guru memasuki area sekolah.

Ditemui kemarin, sebagian siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar. Sebagian lainnya melakukan aktifitas ekstra kulikuler bola voli. Sumyati, siswa kelas 6 mengaku sedih karena merasa tidak bebas belajar dengan dikelilingi pagar bambu.

“Kalau sekolahannya dipagar semua seperti ini, saya jadi tidak bisa bebas. Takut kalau bermain di sekitar sekolah,”ungkap Sumyati. Kesedihan serupa dirasakan Komalah. Siswa kelas 3 SD Gangsa itu mengaku kangen bisa bermain di halaman sekolah tanpa harus ada pagar bambu.

“Saya kangen halaman yang dulu. Saya berharap sekolahnya bisa seperti dulu,”katanya. Humaidi, guru olahraga SDN Gangsa mengatakan dia beserta guru yang lain merasa prihatin karena harus ada pemagaran sekolah di saat anak kelas 6 fokus menghadapi ujian nasional. “Saya berharap pemerintah secepatnya mengurusi tanah sengketa ini dan berharap kegiatan belajar tidak terganggu,”harapnya.

Salah satu orang tua murid, Suroso meminta agar ahli waris tidak melakukan pemagaran terhadap sekolah. Seharusnya, ahli waris dan pemerintah bermusyawarah menentukan nasib sekolah tersebut.

“Kalau sekolah ini dipagar kan kasihan anak-anak yang ingin belajar. Apalagi pihak ahli waris juga anaknya sekolah di situ. Ada dua lagi,”katanya.

Penggugat Minta Ganti Rugi Rp2,5 miliar

 

Terkait pemagaran tersebut, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kosrudin mengatakan warga yang mengklaim sebagai ahli waris tanah tersebut meminta ganti rugi sebesar Rp2,5 miliar. Tapi, Pemkab Tangerang menegaskan tidak akan memenuhi permintaan ahli waris.

“Kita sudah pernah menanyakan tentang dokumen-dokumen kepemilikan yang sah, katakanlah itu sertifikat prona yang dimiliki oleh penggugat. Tapi kan sampai sekarang saja mereka tidak bisa menunjukan pada kita. Lalu dengan tiba-tiba mereka mengatakan lahan tanah tersebut milik keluarga penggugat. Itu kan namanya aneh,” tandas Kosrudin.

Lebih lanjut Kosrudin menjelaskan beberapa waktu lalu pemerintah pernah melakukan mediasi dengan pihak penggugat, akan tetapi tahap mediasi yang juga dihadiri oleh Camat Kresek tidak menemukan kata sepakat. Pemerintah menyarankan jika ingin terus mempertahankan lahan tersebut maka lakukanlah dengan jalur hukum, bukan dengan cara memagari sekolah SND Gangsa dengan bambu. Ironisnya pihak penggugat mengatakan jika ingin sekolah tersebut dibuka maka harus mengganti rugi uang sebesar 2,5 miliar.

“Kalau mau jalur hukum mari kita lakukan. Bukan dengan cara menelantarkan murid-murid SDN Gangsa. Sampai hari ini pemerintah masih menganggap sebagai pemilik yang sah atas tanah tersebut. Tidak akan ada uang penggantian sepeser pun dari pemerintah. Pemda akan terus berupaya mempertahankan sekolah tersebut.” imbuh Kosrudin.

Sementara itu Camat Kresek Ahmad Hasuri mengungkapkan, aksi penyegelan ini sudah berlangsung sejak Senin (23/2). Saat itu, warga yang mengklaim sebagai ahli waris tanah dan rekan-rekannya memasang pagar bambu yang mengelilingi SDN Gangsa di Desa Pasir Ampo. Kondisi tersebut memicu keresahan sejumlah guru dan siswa yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas hingga aktifitas di ahsvet.com sekolah tak kondusif.

Pemagaran kembali dilanjutkan ahli waris bersama rekan-rekannya, Selasa (24/2). Sementara para siswa SDN Gangsa hanya pasrah melihat sekolahnya tidak bisa difungsikan seperti biasa. Di lokasi juga tampak aparat desa dan kecamatan yang membantu untuk memediasi antara pihak sekolah dan ahli waris. (mg26/mg27/gatot)