‘Anak Istimewa’ Rentan Gangguan Jiwa

SNOL. Pola asuh orang tua sangat memengaruhi perkembangan anak, terutama untuk “anak istimewa”. Pola asuh yang salah bisa mengakibatkan anak rentan terkena gangguan jiwa. Bahkan bisa menjadi gila.

Dr Tuti Herwini SpKJ (K) mengungkapkan hasil penelitiannya tentang “anak istimewa” itu dalam disertasi doktor di Universitas Airlangga (Unair) pada Selasa (20/8). Ada lima jenis “anak istimewa” yang diteliti Wien -sapaan akrab Tuti Herwini. Yaitu, anak pertama, anak tunggal, anak bungsu, anak laki-laki satu-satunya, dan anak perempuan satu-satunya.

“Anak istimewa” yang mengalami gangguan jiwa menjadi fokus garapan perempuan 64 tahun tersebut. Selama ini, dia sering menangani kasus tersebut. Sebenarnya, sejak menjadi psikater pada 1988, dia kerap mengurus pasien ”anak istimewa”.

Namun, baru pada 2010, istri Ir Suparyadi MBA itu berfokus mendalami persoalan tersebut sebagai bahan disertasi. “Promotor saya menyatakan ini merupakan penelitian baru,” jelas mantan kepala subdepartemen kesehatan jiwa RSAL dr Ramelan itu kemarin (21/8).

Mengapa banyak “anak istimewa” yang mengalami gangguan jiwa, bahkan gila? Wien mencari jawabannya pada 110 pasien. Ada 55 pasien yang menderita skizofrenia atau gila dan 55 pasien lainnya yang kontrol karena gangguan jiwa. Setelah penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa “anak istimewa” tersebut mengalami gangguan jiwa lantaran pola asuh orang tua mereka.

Ada empat pola asuh yang diteliti. Yakni, pola asuh overindulgence, pola overprotective, pola rejection, dan pola asuh perfectionism. Pola asuh overindulgence adalah pola asuh yang terlalu dimanja. Misalnya, sudah besar, tapi masih disuapi atau dikeloni orang tua. “Ada seperti itu. Sudah kuliah, tapi saat tidur masih dikeloni,” ucapnya.

Pola overprotective merupakan pola asuh yang terlalu melindungi. Anak selalu dilarang. Mau melakukan ini dilarang lantaran takut membahayakan. “Pokoknya sedikit-dikit dilarang dan ke mana-mana diantar,” katanya.

Pola asuh rejection dilakukan orang tua yang sebenarnya tidak menginginkan atau menolak anaknya. Itu terjadi kepada anak yang kelahirannya tidak diinginkan. Sebab, orang tua belum ingin punya anak. Selain itu, ada anak yang lahir di luar nikah.

Adapun pola perfectionism selalu meminta anak untuk sempurna. Anak harus mendapat nilai baik, harus juara, dan tuntutan kesempurnaan lain. Menurut dia, “anak istimewa” yang diasuh dengan pola overindulgence dan overprotective akan berpeluang terjadi kepribadian immature, kepribadian tidak matang. Mereka juga bisa mengalami skizofrenia.

“Anak istimewa” yang diasuh dengan pola rejection dan perfectionism secara signifikan bisa mengalami skizofrenia secara langsung. “Yang paling banyak mengalami gangguan jiwa adalah anak bungsu,” terang dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah tersebut.

Wien pun menyimpulkan, “anak istimewa” yang dibesarkan dengan pola asuh yang salah akan bisa mengalami gangguan jiwa. Namun, “anak istimewa” yang diasuh dengan pola yang benar akan menjadi pribadi yang sukses. Jadi, kuncinya ada pada pola asuh. (lum/c14/roz/jpnn)