Saat 80 Anak Broken Home Berkumpul dan professional cialis online Curhat
Wajah puluhan anak itu berpendar raut riang dan gembira. Tak ada kesedihan dan kegalauan dari delapan puluh anak asuh Rumah Amalia, Ciledug Kota Tangerang. Bukan Panti Asuhan, namun rumah ini siap menampung segala luapan emosi dari anak yang mengalami rasa kehilangan.
Perceraian orangtua, ditinggal ayah dan ibu karena meninggal, kehilangan harta benda, dan berbagai beban emosi yang harus diganjal pada anak-anak dhuafa. Bukan beban emosi yang ringan untuk mereka pikul sendiri, jika dilepas begitu saja, tidak ada jaminan mereka akan berlari pada hal negatif yang ditakuti orang dewasa kebanyakan.
“Untuk itu hadirlah Rumah Amalia, sekitar delapan puluh anak asuh kami, bebas mencurahkan hatinya untuk berbagi beban bersama,” ujar M. Agus Syafii, pendiri sekaligus pemilik Rumah Amalia yang berada di Komplek Peruri Jalan Subagyo IV No.24, Ciledug Kota Tangerang.
Di dalam rumah yang didirikan Agus sejak 2008 itu, ada 80 anak yang bergabung. Empat puluh Sembilan diantaranya adalah anak dhuafa dan anak yatim piatu. Mereka masih bersekolah, tingkat SD maupun SMA kelas tiga. “Mereka tidak tinggal di viagra sale buy sini, namun pulang kerumah masing-masing,” ujarnya.
Namun untuk rutinitas anak-anak dalam membangkitkan kembali mimpi dan harapan, dilakukan sehari-hari di rumah sederhana milik Agus itu. Untuk membagi beban penderitaan mereka, Agus dan relawan Rumah Amalia lainnya, mengadakan berbagai kegiatan rutin tiap bulan. Sebutlah kegiatan pesantren kilat yang dilakukan anggota Rumah Amalia, serta kegiatan lain yang membangkitkan anak-anak dhuafa dan yatim piatu se Kota Tangerang itu. “Menghadapi rasa kehilangan itu sangatlah berat, beda dengan kita orang dewasa yang mengalaminya,” kata Agus.
Biasanya anak-anak tersebut kehilangan harta benda, orang terkasih, hingga sampai ada anak yang putus asa karena kehilangan harapan. Agus ingin menjadikan Rumah Amalia sebagai tempat anak dan remaja Tangerang untuk mengadu dan menemani mereka di kala beban berat tengah melanda.
“Perceraian atau kehancuran rumah tangga adalah masalah paling berat, ini yang menimbulkan perasaan tidak karuan atau biasa disebut galau,” ungkapnya.
Biasanya, Agus, para relawan, dan puluhan anak asuh Rumah Amalia berdiskusi. Sebagian besar permasalahan dicurahkan secara individu, setelah dirasa cukup mengetahui dan perlahan beban pikiran mulai teratasi, mengungkapkan cita-cita secara bersama seluruh keluarga besar rumah tersebut adalah hal yang paling indah.(pramita/susilo)