Mendagri: Izin dari Kada untuk Calon Bersifat Administratif
JAKARTA, SNOL Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengingatkan kepala daerah bahwa izin yang diberikan kepada bawahan yang ingin maju dalam pencalonan kepala daerah, hanya bersifat administratif.
Kepala daerah diminta jangan mempersulit pemberian izin apalagi bawahan dimaksud telah jauh-jauh hari menyerahkan surat pengunduran diri.
Ia mengungkapkan hal tersebut menanggapi kasus yang dialami pasangan bakal calon Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah–Sachrudin.
Diketahui pasangan ini dicoret oleh KPU Kota Tangerang dengan alasan Sachrudin yang merupakan Camat Pinang tidak mendapat izin dari Wali Kota Wahidin Halim. Padahal yang bersangkutan telah menyampaikan surat pengunduran diri.
Menurut Gamawan, dalam Pasal 59 ayat 5 huruf G Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 tahun 2004, memang diatur syarat perlu adanya surat pernyataan pengunduran diri bagi pejabat publik yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
“Saya belum dalami permasalahan itu. Tapi sederhananya begini, sebenarnya izin lebih bersifat administratif. Jadi bukan memberi setuju atau tidak setuju,” ujar Gamawan di Jakarta, Selasa (30/7).
Ia menyatakan izin hanya bersifat administratif karena jika bersifat ‘harus ada persetujuan’, tentu akan berpengaruh besar. Apalagi jika diketahui kepala daerah dimaksud kembali mencalonkan diri dan harus bersaing dengan anak buahnya yang juga ingin maju.
“Misalnya untuk pemilihan gubernur ada seorang bupati mau maju dan ia harus minta izin pada gubernur yang juga kembali ingin maju, tapi tidak dikeluarkan karena kompetitor. Ya kan tidak logis. Jadi lebih kepada administrasi, bukan bersifat memberi setuju atau tidak setuju. Tolong ingatkan bupati/ wali kota ada staf yang ikut jadi kompetitior, jangan sampai tidak menyetujui. Jadi substansinya di situ,” ujarnya.
Sementara itu, tak puas cuma mengadu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Komnas HAM, bakal calon walikota Arief R Wismanyah kembali melapor. Kemarin (30/7), giliran Dewan Kehormatan Penyeleng-gara Pemilu (DKPP) yang dituju. Mereka melaporkan KPU Kota Tangerang ke lembaga pimpinan Jimly Asshiddiqie tersebut.
“Keputusan KPU Kota Tangerang tentang penetapan pasangan calon walikota dan wakil walikota Tangerang adalah keputusan yang dilandasi oleh rekayasa politik dari pihak yang takut kalah,” kata Arief di Kantor DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (30/7). Menurut Arief, keputusan KPU Kota Tangerang itu mendapat reaksi keras dari komponen masyarakat dan juga telah menimbulkan gejolak sosial dan politik di Tangerang.
“Alasan KPU Kota Tangerang itu sungguh janggal dan sarat muatan politis. Hasil penelitian kelengkapan administrasi bakal calon walikota dan wakil walikota diterbitkan 13 Juni 2013. Sachrudin dinyatakan memenuhi syarat tanpa ada keterangan apapun yang menandakan poin yang kemudian dijadikan alasan KPU Tangerang untuk tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin tidak menjadi masalah,” bebernya.
Oleh sebab itu, dia meminta DKPP untuk melakukan pemeriksaan terhadap kejanggalan yang dilakukan KPU Kota Tangerang. “Dan kemudian dapat mengambil tindakan tegas agar pesta demokrasi di Tangerang dapat berjalan sesuai dengan azasnya,” tutupnya.
Salah satu kuasa hukum pasangan Arief Wismansyah – Sachrudin, Sumardi, SH., MH menyatakan bahwa, sebagai penyelenggara Pilkada, KPU seharusnya menggunakan Peraturan KPU sebagai dasar hokum dalam mengambil kebijakan. Namun, apa yang terjadi sekarang, KPU Kota Tangerang malah menggunakan dasar hukum lain yaitu Peraturan BKN Nomor 10 Tahun 2005 yang menjadi domain lembaga lain. “Itu sama saja membuat keputusan di click now luar aturan yang sudah ada. Dan itu tidak boleh,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Kota Tangerang yang dikonfirmasi wartawan Senin (29/7) lalu mengaku tidak khawatir dilaporkan. “Tidak apa-apa, kita siap saja,” jelasnya kala ditemui di ruangnya. (made/gir/deddy/jpnn)