“Kalau Hitung Gaji, Saya Sakit Hati…”
Harga Pengorbanan Seorang Guru
SEORANG ibu tampak menyelidik ke dalam ruang PTK Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan setelah melihat seorang lelaki keluar. Di wajah perempuan berkerudung putih tersebut seperti tercetak tanda tanya.
“Mas guru ya? Habis ngapain mas di dalem? Pak Eko ada?” rentetan pertanyaan yang keluar tanpa jeda jawab dari lawan bicaranya. Sore itu, sebuah map jinjing dan tas menemani perjalanannya. Dia sedang mengurus insentif sebagai guru Inpassing yang tak kunjung datang selama 11 bulan.
Musliha, seorang guru salah satu sekolah swasta di Bintaro itu telah menekuni profesi mengajar semenjak belia. Sampai usianya mencapai setengah abad lebih satu tahun, mantan penyanyi tersebut tetap mengajar. Kini ibu dua anak tersebut mengajar di empat sekolah swasta.
Di tengah usahanya yang melelahkan, aura enerjik senantiasa terpancar saat guru kesenian tersebut bertemu wartawan Satelit News, Kamis (24/11).
Dua dasawarsa lebih Iha, panggilan akrab Musliha telah membantu ribuan siswa menyelesaikan pendidikan formal dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Suka dan duka banyak mengiringi perjalanan hidupnya sebagai pendidik.
“Saya pernah dicakar siswa SMP karena saya coba ambil hape mereka yang isinya video porno. Saya nangis di depan mereka, bukan karena gimana-gimana tapi karena saya prihatin” ungkap Iha.
Bukan hanya itu, Iha juga mengaku pernah dikucilkan dari pergaulan guru-guru karena memberi penghargaan berupa makan bersama para siswa. “Imam Ghazali pernah menyebutkan bahwa setiap murid berprestasi patutlah diberi reward oleh guru. Paling tidak pujian. Dan saya bukan hanya itu, saya traktir mereka. Walaupun saya mesti ngumpet-ngumpet dari guru lain, khawatir mereka iri,” kenang Iha.
Meski demikian, Iha mengaku bahagia menjadi guru. Dia tidak mempersoalkan besar dan kecilnya gaji. Lebih dari itu, mengajar baginya merupakan jalan terbaik yang diberikan Tuhan. Iha yang merupakan sarjana filsafat dan sosiologi pendidikan berprofesi sebagai pegawai swasta sebelum akhirnya mengajar.
“Saya nggak pernah hitung pasti. kalau hitung-hitung (gaji), sakit hati saya,” aku Iha.
Kesuksesan muridnya adalah kebahagiaan terbesar Iha. Dia tidak mempersoalkan jika gaji yang diterimanya tidak layak. Penghasilannya sebagai guru tidak digunakannya untuk menopang nadi kehidupan. Suami Iha yang berperan mencukupi kebutuhan keluarga. “Itu kan duit dari Allah ya, lobangnya dari mana saja,”jelas Iha.
Wanita kelahiran 10 November 1965 itu memiliki dua orang anak yakni Rena Anggraeni dan Arifin. Ditanya mengenai pengasuhan anak dan mengurus rumah tangga, Iha mengaku semua itu berjalan beriringan. Bahkan Iha tak segan membawa anaknya ke tempat mengajar demi kecintaannya terhadap profesi guru.
“Saya seret-seret, saking cintanya saya sama dunia pendidikan,” tutur Iha.
Setiap hari kerja Iha berangkat pagi buta dari kediamannya di Japos, Ciledug menuju sekolah-sekolah yang membutuhkan jasanya. Angkutan umum menjadi teman setia keberangkatan dan kepulangannya. Matahari telah terbenam saat Iha sampai rumah.
Musliha adalah salah satu dari ribuan guru inpassing dan honorer yang belum mendapatkan kesejahteraan hingga Hari Guru Nasional (HGN) ke 71. Di Tangsel saja, jumlah guru mencapai 15.000 orang. Sebagian besar merupakan guru non-PNS.
Kepala Dinas Pendidikan Tangsel Mathoda mengatakan para guru tak hanya membutuhkan kesejahteraan namun juga perlindungan. Dia menyinggung tentang para guru yang kini lebih mudah berurusan dengan hukum.
“Di Hari Guru Nasional, kita berharap agar tak ada lagi guru yang dipukul wali murid apalagi murid. Kita ingin HGN 2016 dapat menjadi momen menjadikan guru lebih bermartabat, berjaya dan terlindungi,”ujar Mathoda, Kamis (24/11).
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang Eny Suhaeni mengatakan kesejahteraan guru sudah membaik dibandingkan beberapa tahun lalu. Pemerintah Kabupaten Tangerang telah menganggarkan 20 persen dari APBD untuk dunia pendidikan.
“Hanya saja saya berharap pemerintah harus memberikan perhatian lebih kepada guru honorer yang berada di Kabupaten Tangerang dan menata manajemen terkait kinerja dan kesejahteraan di sekolah-sekolah yang mempergunakan jasa para guru honorer,” pungkasnya. (sayuti/mg14/gatot/satelitnews)