Manakala Rano Memilih Birokrat
SANTER beredar Rano Karno akan memilih birokrat sebagai pendampingnya. Jika benar begitu, kemanakah Partai Gerindra, PKS, PPP, PKB, PAN, dan Nasdem berlabuh? Bersama Rano atau Wahidin?
Rano belum memutuskan siapa pendampingnya sampai hari ini. Itu pula yang membuat sejumlah parpol terus merayu bisa mendampingi incumbent. Mereka ramai-ramai menyodorkan nama baik dari kader internal maupun eksternal. Intinya berharap menjadi Banten 2 bersama Rano.
Namun isu kuatnya Rano tak butuh orang parpol. Rano butuh birokrat agar saat terpilih nanti mampu mengelola pemerintah dengan baik. Dua nama birokrat yang mencuat adalah mantan Plt Sekda Banten Asmudji HW dan Sekda Banten sekarang Ranta Soeharta.
Bahkan kabarnya Rano tak peduli kekuatan Wahidin-Andika. Di mana Wahidin dari Demokrat dan Andika Golkar. Bagi Rano figur dan program kerja ke depan menjadi fokus dalam meyakinkan warga Banten.
Jika benar Rano gandeng birokrat dan Wahidin-Andika tetap bersama, kemanakah parpol yang belum menentukan pelabuhan terakhirnya? Atau seperti apa peta kekuatan koalisi parpol nanti?
Koalisi Semangat Baru (KSB) yang digagas PPP dan PAN rasanya tidak bakal terjadi. Meski dikumpulkan menjadi satu dengan 41 kursi, koalisi ini miskin figur. Apalagi tandingannya Rano dan Wahidin yang sudah mentereng. Jika KSB nekat dibuat, maka risiko besar bisa mereka terima.
Head to head Rano dan Wahidin ini yang sangat mungkin terjadi. Maka, parpol yang masih gamang pilihannya adalah masuk ke Rano atau Wahidin. Mari kita terka kemungkinan parpol ini berlabuh.
Kebiasaan PDIP dalam pilkada adalah membangun koalisi ramping. Tak perlu kursi banyak, terpenting syarat kursi untuk maju terpenuhi. Maka, PDIP hanya butuh satu parpol saja untuk melengkapi kursi yang kurang.
Meski begitu, PDIP pasti terbuka menerima parpol yang ingin bergabung. Kemungkinan parpol yang bergabung adalah PKB dan Nasdem. Dua parpol ini memiliki sejarah bersama terutama pascapemenangan Pilpres 2014 lalu.
Gerindra masih dilema. Di samping memiliki 10 kursi, kandidat internal, Budi Heryadi, juga sudah cukup besar bersosialisasi. Jadi wakil Wahidin tidak mungkin. Apalagi, di kubu Wahidin sudah ada PKS yang lebih dulu gabung. Pastinya, Gerindra tidak akan mau berkoalisi karena ada PKS yang telah “menyakiti hatinya”.
Kecuali Andika cabut koalisi dengan Wahidin dan dapat restu dengan Rano, maka posisi Budi bisa jadi dengan Wahidin. Tapi seandainya komposisi seperti awal, maka Gerindra harus rela menjadi suporter pada pilgub tahun depan.
Untuk PPP meski menyatakan batal mendukung Rano dan akan menggalang koalisi baru, sepertinya rencana partai berlambang ka’bah ini bakal sulit terwujud. Selain tidak ada kader mumpuni, posisi PPP juga tidak menguntungkan untuk menggalang kekuatan baru karena hanya memiliki 8 kursi. Perkiraannya, PPP tetap akan gabung dengan Rano.
Sedangkan PAN, partai yang hanya memiliki 3 kursi ini juga akan sangat sulit bergerak. Paling masuk akal, partai ini juga akan gabung dengan PDIP. Apalagi di tingkat elit, Ketua DPP PAN Zulkifli Hasan tengah “mesra-mesranya” dengan PDIP.
Bagaimana dengan independen? Tidak banyak pengaruh terhadap pemilih. Apalagi jika hanya Dimyati Natakusumah yang maju, maka suara terbesar hanya diraih dari wilayah Pandeglang saja. (*/tim rakyat merdeka group)