Berteman Lama dengan Eddy, Alasan Nurhadi Bantu Perkara Lippo Group
JAKARTA,SNOL Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi mengakui bekas petinggi Lippo Grup Eddy Sindoro merupakan sahabatnya sejak lama. Dia dan Eddy berteman dekat sejak tahun 1975.
Hal ini juga yang membuat Nurhadi mau membantu mengurus salah satu perkara pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kasus perusahaan yang dimiliki Mochtar Riady tersebut.
“Pak Eddy Sindoro mengeluh, kenapa perkara di PN Jakarta Pusat tidak dikirim-kirim. Tetapi, saya tidak tahu detail, itu bisa dikirim atau tidak,” ujar Nurhadi saat memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/8).
Meski demikian, kepada Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Nurhadi menyatakan tidak dapat mengingat perkara apa yang dimintakan oleh Eddy Sindoro. Kata Nurhadi, seingatnya perkara yang dimaksud Eddy terkait upaya PK salah satu pihak ke Mahkamah Agung. Pengajuan PK dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Diketahui Dalam surat dakwaan Doddy Aryanto Supeno, Nurhadi berperan mempercepat pengurusan pengajuan PK yang telah lewat batas waktu pengajuannya. Keterlibatan Nurhadi terkait pengajuan PK perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media.
Saat itu, Nurhadi menghubungi Edy Nasution melalui telepon, dan dia meminta agar berkas perkara PT AAL segera dikirimkan ke MA.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013, PT Across Asia Limited dinyatakan pailit. Putusan tersebut telah diberitahukan oleh PN Jakpus pada 7 Agustus 2015.
Hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA. Sesuai Pasal 295 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, batas waktu pengajuan PK adalah 180 hari sejak putusan dibacakan.
Namun, untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro menugaskan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan PK di MA. PT AAL dan PT Artha Pratama Anugrah merupakan anak usaha Lippo Group.
Menindaklanjuti perintah tersebut, Hesti kemudian menemui Edy Nasution di PN Jakpus, pada Februari 2016. Karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya.
Eddy Sindoro kemudian menyetujui pemberian uang tersebut, dan meminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho (anak usaha Lippo Group), untuk menyiapkan uang.
Selanjutnya, disepakati imbalan bagi Edy Nasution sebesar Rp50 juta. Penyerahan dilakukan oleh Doddy di Basement Hotel Acacia, Jakarta, pada 20 April 2016. Setelah serah terima, Doddy dan Edy Nasution ditangkap petugas KPK.(zul/rmol)