KPK Timbang Jemput Paksa Bos Lippo di Luar Negeri

JAKARTA,SNOL Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan upaya menjemput paksa Presiden Komisaris Grup Lippo, Eddy Sindoro yang saat ini masih berada di luar negeri.

Upaya menjemput paksa tersebut dilakukan untuk meminta keterangan Eddy terkait kasus dugaan suap pengamanan Peninjauan Kembali (PK) Grup Lippo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebagai petinggi di Grup yang berdiri sejak 1950, Eddy diduga mengetahui seluk beluk sejumlah perkara Grup Lippo di PN Jakpus.

Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan pihaknya memiliki banyak cara untuk mendatangkan Eddy. KPK, kata dia lagi, pernah memiliki pengalaman dalam memanggil saksi ataupun tersangka yang berada di luar negeri.

Salah satunya menjemput mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 itu di jemput di Bogota, Kolombia pada awal Agustus 2011 lalu.

“Ya bisa saja, (menghadirkan Eddy Sindoro) wong di Kolombia saja bisa didatangkan,” ujar Agus seusai diskusi bertema “Penguatan Peran aparat pengawas Intern Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi” di Aula utama Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta Pusat, Rabu (10/8).

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Eddy sudah pergi keluar negeri sebelum KPK mengeluarkan surat pencegahan.

Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andiati menjelaskan pihaknya telah mencium keberadaan Chairman Paramount Enterprise itu. Meski demikian, pihaknya meminta agar Eddy bersikap kooperatif saat dipanggil untuk dimintai keterangannya terkait kasus dugaan suap pengamanan Peninjauan Kembali (PK) grup Lippo di PN Jakpus.

“Memang keberadaannya saat ini masih di Luar Negeri. Sebelum dicegah dia (Eddy Sindoro) sudah berada di luar negeri,” ujar Yuyuk di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (9/8).

Lebih lanjut, Yuyuk menjelaskan KPK akan mengambil tindakan tegas jika Eddy kembali mangkir dari panggilan lembaga antirasuah. Menurut Yuyuk, KPK bakal menjemput paksa Eddy.

Diketahui, Eddy sudah tiga kali mangkir untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengamanan PK grup Lippo di PN Jakpus.

Dalam surat dakwaan Doddy Aryanto Supeno, menjelaskan peran Eddy yang memerintahkan pegawainya yakni Wresti Kristian Hesti untuk melakukan pendekatan dengan pihak pihak lain yang terkait sejumlah perkara yang melibatkan Grup Lippo di PN Jakpus.

Seperti Perkara Niagara antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan PT Kwang Yang Motor Com Ltd (PT KYMCO) dan perkara niaga antara PT Across Asia Limited (PT AAL) dengan PT First Media.

Menindaklanjuti perintah itu, Wresti kemudian menemui Edy Nasution dan meminta penundaan. Edy menyetujui penundaan dengan imbalan sebesar Rp
100 juta.

Sedangkan Doddy Aryanto Supeno yang diketahui anak buah Eddy diberi tugas menyerahkan dokumen dan uang kepada pihak terkait termasuk panitera PN Jakpus, Edy Nasution.

Uang tersebut kemudian diperoleh dari Hery Soegiarto selaku Direktur PT MTP yang diberikan pada Edy melalui Doddy di basement Hotel Acacia, Jakarta Pusat, pada Desember 2015.

Doddy didakwa melakukan penyuapan secara bersama-sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro.

Dugaan suap penanganan perkara PK pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkuak saat KPK menciduk Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta bernama Doddy Aryanto Supeno dalam oprasi tangkap tangan di sebuah Hotel di jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (20/4) lalu.

Dari oprasi tersebut, Tim Satgas KPK menyita uang sebesar Rp 50 juta dalam pecahan Rp 100 ribu yang disimpan dalam sebuah paperbag bermotif batik. Uang ini diduga diserahkan Doddy kepada Edy terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakpus.

Dari pengembangan penyelidikan, kasus dugaan suap penanganan perkara ini menjalar ke Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.

Melalui Wresti jugalah Nurhadi diberi memo untuk menyelesaikan sejumlah perkara Grup Lippo. Memo tersebut dibuat Wresti untuk ditujukan kepada Eddy Sindoro dan “promotor”. Promotor tersebut adalah Nurhadi.(sam/rmol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.