Daerah Takut KPK, Bukan Kejaksaan atau Polisi
JAKARTA,SNOL Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membeberkan ada tiga area rawan korupsi yang sampai hari ini masih terjadi di daerah.
“Pertama perencanaan anggaran, kedua dana bansos hibah dan ketiga masalah pajak retribusi,” kata Mendagri saat diskusi perecanaan elektronik (e-planning) di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (21/7).
Atas dasar itu, Tjahjo berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat membentuk cabang di daerah. Pasalnya selama ini, kata Tjahjo, kepolisian dan kejaksaan hanya dianggap sebatas mitra daerah.
“Hanya lembaga KPK yang ditakuti. Kalau ada wakilnya KPK di daerah akan lebih baik,” ujarnya.
Dalam acara tersebut hadir Walikota Surabaya Tri Risma Harini, Wakil KPK Basaria Pandjaitan dan Kepala BPKP Ardan Adiperdana.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan mengakui konsentrasi KPK selama ini condong di pusat.
Hal ini dikemukakan Basaria menanggapi permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo agar KPK membuat cabang di daerah. Mendagri beralasan karena pemerintah daerah lebih takut sama KPK ketimbang kepolisian atau kejaksaan.
Sebab itulah KPK kerap meminta agar BPKP, kepolisian dan kejaksaan bisa lebih berperan. Dengan begitu, bisa saling membantu dalam mengawasi daerah.
“Fokus KPK saat ini consern pada pencegahan. Sebab tidak baik juga kalau semua kepala daerah terjerat kasus korupsi,” ujar Basaria saat diskusi perencanaan elektronik (e-planning) di Kemendagri, Jakarta Pusat, Kamis (21/7).
Lanjut Basaria, KPK saat ini baru memberikan perhatian khusus kepada enam provinsi yang dianggap seringkali terjerat kasus korupsi. Enam provinsi tersebut yaitu Sumatera Utara, Riau, Banten, Papua Barat, Papua dan Aceh.
“Keenam daerah itu diberikan pengarahan dan pelatihan dari KPK dalam upaya pencegahan koruspi,” terang Basaria.
Tugas KPK sebagaimana diatur dalam UU 30/2012 adalah pencegahan, termasuk monitoring kementerian lembaga. Namun yang terjadi di lapangan, Basaria mengatakan, KPK cenderung represif yakni langsung penindakan hukum.
“Perlu proses pencegahan untuk mengatasi di awal-awal potensi korupsi,” demikian Basaria.(wid/rmol)