KH Ma’ruf Amin: Amanah Ini Terlalu Berat
Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur telah dilaksanakan. KH Ma’ruf Amin ditetapkan sebagai Rais Aam Syuriah dan Said Aqil Siradj sebagai Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020. Kiai Ma’ruf menyebut amanah yang diembannya terlalu berat.Saat dihubungi Satelit News, kemarin malam, Kiai Ma’ruf Amin mengatakan bahwa pengangkatan dirinya merupakan kemauan dan keinginan para kiai-kiai dan telah disepakati oleh forum muktamirin. Sehingga, dia harus siap menerima amanah tersebut dan melaksanakan tugas-tugas ke NU-an.
Dia mengakui amanah yang diberikan kepadanya itu sangatlah berat dan terlalu berat. Pria 72 tahun itu harus mampu mengendalikan organisasi yang sangat besar, terbesar di Indonesia dan bahkan mungkin di dunia. Dia harus mengendalikan sekitar 80 juta warga Nahdliyin yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia serta pelosok Nusantara.
“Amanah ini sangat berat dan terlalu berat. Ketika saya dianggap sanggup dan layak menempati posisi itu, tentu saya harus siap menerima itu,” tutur KH Ma’ruf Amin saat diwawancara eksklusif oleh wartawan Satelit News melalui telepon genggamnya, Kamis (6/8) tadi malam.
Dikatakan amanah sangat berat, sambungnya, karena NU harus bisa mengendalikan umat dan bangsa Indonesia agar tetap menjaga perdamaian dan kerukunan, mengendalikan bagaimana umat bisa kebal terhadap pengaruh-pengaruh serta pikiran-pikiran yang destruktif, yang bisa menghancurkan dan menimbulkan konflik. NU memiliki tanggungjawab menjadi motor dalam rangka membangun perbaikan-perbaikan dan pemberdayaan kepada masyarakat.
“Dengan tekad Bismillah dan kebersamaan, saya yakin InsyaAllah semua bisa dilakukan dan dikendalikan,” tuturnya.
Adapun langkah pertama yang akan dilakukannya setelah Muktamar adalah melakukan konsolidasi internal. Kedua, memilih program-program yang dianggap prioritas. Dan ketiga adalah membangun pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi dan pendidikan.
“Kita sudah mendeklarasikan NU sebagai Islam Nusantara yang mengemban tugasnya dengan cara-cara Islam nusantara yang santun, damai dan toleran sehingga tidak terjadi konflik dalam kehiduan masyarakat,” paparnya.
Untuk diketahui, ‘Rais ‘am’ adalah istilah bahasa Arab yang sebenarnya juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ketua umum. Namun dalam tradisi NU, sebutan untuk ketua syuriyah atau pengurus syuriyah yang lain menggunakan istilah bahasa Arab.
Pada saat NU dideklarasikan di Surabaya 1926, para kiai meminta KH Hasyim Asy’ari sebagai Rais Am. Sebagai rais Am pertama. Hasyim Asy’ari digelari “Rais Akbar NU”. Selanjutnya KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbulllah dan para kiai lainnya menunjuk H Hassan Gipo sebagai ketua tanfidiyah (ketua umum). Hassan Gipo berasal dari kalangan profesional yang bertugas melaksanakan program-program NU yang telah digariskan oleh para kiai di syuriyah.
Dalam perjalanan sejarahnya, NU telah memiliki delapan Rais Am yakni KH M. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, KH. A. Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang, KH. M. Bisri Syansuri Denanyar Jombang, KH. Ali Ma’shum Krapyak Yogyakarta, KH. Ahmad Shiddiq Jember, KH. Moh. Ilyas Ruhiat Cipasung Tasikmalaya, KH M.A. Sahal Mahfudh Kajen Pati, pelaksana tugas Rais Am KH Mustofa Bisri (menggantikan alm KH Sahal Mahfudh) dan KH Ma’ruf Amin, Banten. (jarkasih/gatot)