Dana Desa Rentan Masalah

JAKARTA,SNOL—Jika tak hati-hati, dana desa yang mulai disalurkan April lalu bisa menjerumuskan penggunanya sebagai tersangka korupsi. KPK telah mengidentifikasi 14 potensi masalah dalam pengelolaan dana desa tersebut.

Sebagai pencegahannya, KPK kemarin (12/6) mengundang kementerian terkait membahas potensi masalah tersebut. Dari kajian KPK, 14 potensi masalah itu terjadi pada empat aspek. Yakni, regulasi dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan dan sumber daya manusia.

Dalam aspek regulasi dan kelembagaan ada lima masalah. “Yang paling mencolok terkait formula pembagian dana desa yang tidak transparan dan hanya atas dasar pemertaaan,” kata Pimpinan KPK Johan Budi.

Formula pembagian dana desa itu rentan terjadi masalah karena terjadinya perubahan peraturan pemerintah. Sebelumnya pembagian dana desa diatur dalam PP No 60 / 2014. Pada peraturan pemerintah (PP) yang lama itu KPK menilai sebenarnya sudah tepat.

Namun ketika formula pembagian dana desa diubah dengan PP No 22 / 2015, KPK menilai terjadi ketidaktransparan. Sebab dalam PP baru itu, 90 persen pembagian dana desa dihitung berdasarkan jumlah desa. Sedangkan 10 persennya dihitung dari jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan kesulitan geografis.

KPK mengilustrasikan pembagian dana desa A (21 dusun, luas 7,5 km) dan desa B (3 dusun dengan luas 1,5 km). Jika menggunakan formula PP 60 / 2014, Desa A akan mendapatkan dana Rp 437 juta. Sementara Desa B baka menerima Rp 41 juta.

Ketika perhitungannya dilakukan dengan PP 22 / 2015, terjadi perbedaan yang mencolok. Desa A bisa mendapatkan Rp 312 juta, dan Desa B memperoleh Rp 263 juta. “Sebab bobot perhitungan berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan dan tingkat kesulitan geografis hanya 10 persen,” kata Johan.

Terkait aspek tata laksana, KPK juga menemukan lima potensi masalah. Yang utama terkait penyusunan APBDesa yang tidak menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa dan masyarakat setempat.

Dalam temuan KPK, ada desa dengan kondisi infrastruktur minim serta banyak penduduknya yang miskin namun memprioritaskan pengunaan APBDesa untuk renovasi kantor desa. “Padahal kondisi kantor desanya masih relatif baik,” terang Johan. Ada juga desa yang memprioritaskan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dibanding pembangunan infrastruktur yang minim.

Menanggapi temuan KPK tersebut, Direktur Pemerintahan Desa Kemendagri Eko Prasetyanto mengatakan, kajian KPK akan menjadi bahan evaluasi instansinya. “Ini bentuk pencegahan yang baik. Melalui pertemuan ini kami juga harus meningkatkan sinergi antar lembaga dan kementerian yang menangani dana desa ini,” katanya.

Direktur Pengembangan Sarana dan Prasarana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Gunalan mengatakan bakal menggunakan kajian itu untuk rujuan pelaksanaan pencairan dana desa. “Kajian ini juga akan kami sampaikan ke kepala daerah maupun para pengelola dana desanya,” katanya.

Pertemuan itu juga dihadiri Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Dia mengatakan sampai hari ini pengalokasian transfer dana desa sebesar Rp 20,7 triliun. Menurut aturan pengalokasiannya terdiri dari tiga kali, yakni 40 persen, 20 persen dan 40 persen. Untuk pengalokasian tahap pertama telah terealisasi 35 persen.

“Jadi tahap pertama ini hanya kurang lima persen,” ujarnya. Mardiasmo menyebut dana yang belum disalurkan itu karena kepala daerahnya belum membuat aturan alokasi perdesanya. Untuk itu Mardiasmo meminta Kementerian Desa aktif mengingatkan kepala daerah yang belum membuat aturan alokasi.(gun/sof)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.