Diabaikan Pemkab, Warga Ngadu ke Dewan Provinsi
SERANG,SNOL–Ratusan warga dari kawasan Jalan Palima – Cinangka (Palka) yang menghubungkan Kota Serang dengan Kabupaten Serang, mendatangi gedung DPRD Provinsi Banten, di Curug, Kota Serang,
mereka untuk menolak dan menuntut penutupan aktivitas galian pasir dan batu di Kecarang, Rabu (27/5). Kedatangan matan Pabuaran, yang terdapat di Jalan Palka tersebut.
“Tambang tersebut telah menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan warga sekitar. Selain itu keberadaanya pun ilegal,” ujar Abdul Ajis, perwakilan warga.
Dikatakan Ajis, keresahan warga dilandaskan kepada khawatir terancamnya eksistensi kawasan Rawa Danau di daerah mereka yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Selain itu, hilangnya vegetasi alam sebagai kekayaan alam lokal yang seharusnya dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Lalu, Bukit Batu Ranjang dipercayai sebagai urat kaki Gunung Karang. Jika bukit itu dirusak maka akan terjadi longsor dan berdampak terhadap ketidakseimbangan alam. Terlebih Banten merupakan lintasan ring of fire, dimana rawan terjadinya gempa. Jika bukit dan gunung itu rusak maka akan kehilangan fungsinya sebagai penyangga dalam mengurangi resiko gempa,” paparnya.
Ajis menyebutkan, sejumlah dampak buruk lain dari akivitas galian pasir dan batu tersebut adalah hancurnya fasilitis publik seperti jalan yang berakibat pada meningkatnya kasus kecelakaan, ketidaknyamanan pengendara, meningkatnya biaya angkutan, hingga terlambatnya penanganan medis bagi warga yang sakit atau ibu melahirkan.
Doifullah, perwakilan warga lainnya mengaku akibat penambangan tersebut, warga sangat terganggu dan merasa dirugikan. Pihaknya meminta pemerintah untuk bertindak tegas, jangan hanya berjanji saja. “Kami sudah ngadu ke Pemkab Serang, tapi mereka pun tidak mampu menutup pertambangan tersebut. Padahal Pemkab telah mencabut izin penambangan pasir, namun hingga saat ini aktivitas penambangan tetap berjalan. Ada apa sebenarnya, padahal pemerintah punya hak untuk menutup penambangan yang jelas-jelas ilegal,” tegas Doif di depan Ketua Dewan.
Warga menduga ada oknum yang melindungi penambangan ilegal tersebut. “Entah siapa dibalik siapa, kami heran pemerintah tidak punya taring untuk menutup penambangan yang jelas-jelas tidak berizin,” terangnya.
Menanggapi pernyataan sikap masyarakat, Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah memastikan tidak akan mengeluarkan ijin kepada pengusaha pertambangan tersebut, dan akan meminta komisi IV untuk terjun langsung ke lapangan, untuk mengecek dan menidak tegas dengan kegiatan penambangan yang merusak lingkungan.
“Berdasarkan keputusan bupati yang mencabut rekomendasi aktifitas pertambangan tersebut maka sudah dipastikan pertambangan itu ilegal dan kita akan menindaklanjutinya,” tegas Asep.
Wakil Ketua DPRD SM Hartono menambahkan, hasil audiensi ini akan langsung dikoordinasikan kepada unsur dan dinas terkait. “Tindak lanjut ini merupakan responsive Pemprov Banten kepada masyarakat, hanya saja harus melalui prosedur yang jelas dan resmi. Kami tidak sedang berjanji,” papar Hartono.
Sekretaris Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten, Nana Suryana mengatakan, perizinan pertambangan memang kini menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Saat ini, perizinan terkait dengan aktivitas reklamasi, ekplorasi, kelautan, minerba dan air bawah tanah memang menjadi kewenangan pemerintah provinsi sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemda. ”Tetapi untuk penambangan pasir di Pabuaran, kita belum pernah mengeluarkan izinnya,” terang Nana.
Pantauan di lapangan, ratusan warga sempat bersitegang dengan ketua DPRD Banten, Asep Rahmatullah karena ditemui diluar gerbang gedung DPRD Banten, sebelum akhirnya melakukan audiensi di ruang ketua dewan. (metty/mardiana/jarkasih)