Modal dan Lahan Kendala Utama Swasembada Pangan
SERPONG, SNOL—Ada dua faktor yang menjadi kendala dalam mewujudkan swasembada pangan. Pertama adalah akses modal yang sulit didapat petani, berikutnya adalah lahan garapan pertanian yang minim.
Provinsi Banten, setiap tahun lahan pertanian menyusut. Hal ini terungkap dalam diskusi salah satu tabloid dengan DPD RI, di Pondok Pesantren Al Husainy, di Lengkong Wetan, Serpong, Sabtu (23/05).
Diskusi yang diikuti ratusan peserta tersebut, menghadirkan pembicara Habib Ali Alwi (Anggota DPD RI asal Banten), M Sofiyan (Ketua Dewan Pembina DPD Pospera Banten), Dwi Jatmiko (Ketua DPD KSPSI Banten), dan Tommy Kurniawan (Artis). Diskusi tersebut dipandu oleh Faisal.
Menurut Habib Ali, problem kesulitan akses modal kerap dikeluhkan petani ketika mengadu ke DPD RI. Habib Ali mengaku sudah meminta kementerian terkait untuk memperhatikan problem modal yang dihadapi petani di Banten. “Banten itu salah satu lumbung padinya Indonesia. Dan petani adalah garda terdepan swasembada pangan. Jadi ketika akses modalnya sulit, maka petani alami kesulitan,” ujar Habib Ali.
Habib Ali juga mengaku, ia sempat marah ketika Banten tidak termasuk salah satu provinsi yang menerima bantuan pertanian. Namun berkat kegigihannya mempertanyakan hak itu, akhirnya Banten mendapatkan bantuan berupa traktor.
Senada diungkapkan Sofiyan. Kata Sofiyan, kesulitan mengakses modal membuat petani menjadi ketergantungan dengan tengkulak. Karena untuk menanam padi misalnya, kata Sofiyan, membutuhkan modal yang tidak sedikit.
Yakni mulai dari membeli bibit atau benih, kemudian pupuk, belum lagi ditambah sewa mesin menyedot air ketika sawah kekurangan air akibat irigasi yang rusak. “Jadi pas panen, uang hasil panen habis buat bayar utang ke tengkulak,” kata Sofiyan.
Sedangkan Dwi Jatmiko, swasembada pangan tidak bisa dilihat dari satu sisi, melainkan dari berbagai sisi. Selain dari kajian teknis dan nonteknis, juga harus ditopang oleh regulasi yang berpihak pada petani dan bukan berpihak kepada pemilik modal.
“Regulasi yang ada saat ini belum berpihak pada petani. Ini pekerjaan berat bagi pemerintah Jokowi-JK. Dan memang harus dilakukan secara gotong royong oleh berbagai elemen masyarakat di Indonesia. Jangan melulu ribut soal politik, yang pada akhirnya semua tidak bekerja nyata untuk Indonesia,” kata Dwi. (made/pramita)