Kurir Heroin Coba Tunda Eksekusi Mati
TANGERANG,SNOL—Upaya hukum terakhir dilakukan Rodrigo Gularte (42), terpidana mati kasus narkoba untuk terhindar dari lesatan peluru tajam. Kemarin (27/4), pria yang divonis hukuman mati karena menyelundupkan 19 kg shabu melalui Bandara Soekarno-Hatta itu berupaya menunda tembakan mati dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk kali kedua di Pengadilan Negeri Tangerang.
Tim kuasa hukum Rodrigo mendatangi PN Tangerang sekitar pukul 10.00 wib. Mereka langsung menuju salah satu ruangan panitera dengan membawa sejumlah berkas. Kuasa hukum Rodrigo, Alex Argo Hermowo mengatakan, kliennya yang merupakan pria asal Brasil semestinya tidak dieksekusi mati karena mengalami gangguan kejiwaan. Alex berharap agar proses eksekusi mati Rodrigo ditunda.
“Jangankan dieksekusi mati, dipidana pun harusnya tidak bisa. Dari hasil rekam medis dokter di Cilacap, Rodrigo terbukti menderita skizofrenia,” ujar Alex saat ditemui di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (27/4).
“Kami berharap eksekusi bisa ditunda oleh pihak Kejaksaan Agung dan mempertimbangkan PK yang kami ajukan ini,” sambung Alex. Sebagai bahan pertimbangan pembatalan maupun penundaan eksekusi mati Rodrigo, pihak kuasa hukum juga menyerahkan sejumlah novum atau bukti baru ke Pengadilan Negeri Tangerang.
“Kami menyerahkan 22 bukti baru sebagai bahan PK Rodrigo. Seluruh novum ini adalah bukti rekam medis Rodrigo sejak tahun 1982 silam, dimana oleh tim medis di Brasil pun Rodrigo sudah dinyatakan mengalami gangguan jiwa,” ungkap Alex.
Menurut Alex, gangguan kejiwaan yang dialami Rodrigo bukan dialami akibat konsumsi narkoba. Dari hasil rekam medis, ternyata keluarganya pun mengidap skizofrenia. Jadi ini sudah unsur genetik.
“Kalau eksekusi tetap dilaksanakan bisa bertentangan dengan Pasal 44 KUHP. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa orang yang menderita gangguan jiwa tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Rodrigo sudah positif mengalami skizofrenia,” katanya lagi.
Alex menjelaskan, selama berada di sel tahanan, terpidana mati kasus narkoba asal Brasil itu juga kerap menunjukkan tingkah aneh. Cara bicaranya pun terkadang seperti melantur.
“Rodrigo mengaku sering mendengar suara-suara di dalam kepalanya. Hal ini akhirnya menyebabkan dia sering berbicara dengan tembok atau objek lain yang ada di sekitarnya,” katanya seraya menuturkan bahwa, Rodrigo sama sekali tidak tahu dirinya mau dieksekusi mati.
“Pernah dirinya ditanya oleh jaksa, apakah ada tiga permintaan terakhir sebelum eksekusi berjalan. Rodrigo malah bingung dan menjawab, ‘Tiga permintaan? Buat apa itu? Seperti fim Aladdin saja ada tiga permintaan’,” kata Alex menirukan ucapan Rodrigo.
Saat dipertegas bahwa dirinya akan dieksekusi mati, Rodrigo kembali bingung. “Rodrigo malah bilang ‘Eksekusi mati? Eksekusi mati buat apa?’. Jadi sampai sekarang pun dirinya masih belum sepenuhnya sadar kalau dirinya akan dieksekusi,” kata Alex.
Kuasa hukum lainnya, Happy Sebayang mengatakan bahwa pihaknya sendiri belum menerima jadwal pasti kapan Rodrigo dan sembilan terpidana mati lainnya akan menjalani eksekusi.
“Tanggalnya kamu belum dapat. Tapi kalaupun memang akan dilaksanakan sebentar lagi, kami tetap berharap eksekusi ditunda dulu,” kata Happy. Dia menjelaskan, permohonan PK untuk penundaan eksekusi ini merujuk pada ditundanya eksekusi mati sesama terpidana mati asal Perancis, Serge Arezki Atlaoui.
“Kalau Serge bisa ditunda, kami berharap hal yang sama juga bisa dilakukan kepada Rodrigo. Jadi walaupun waktunya mepet, saya rasa bukan masalah,” kata Happy.
Kejaksaan Negeri Tangerang mengaku sudah mendengar adanya pengajuan upaya peninjauan kembali (PK) dari terpidana mati kasus narkoba asal Brasil, Rodrigo Gularte (42). Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Tangerang, Andri Wiranofa menuturkan bahwa adalah hak terpidana mengajukan PK.
“Pengajuan PK memang hak mereka. Itu sah-sah saja,” katanya.
Saat ditanya perihal penyerahan pengajuan PK dengan waktu eksekusi yang sudah sangat mepet, Andri menuturkan bahwa hal tersebut tidak bisa menghalangi proses berjalannya eksekusi.
“Intinya, hak hukum terpidana sudah diberikan. Ini adalah pengajuan PK yang kedua. Yang pertama kan sudah ditolak. Grasi pun sudah ditolak,” kata Andri singkat.
Sebelumnya, sesama terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso juga mengajukan PK pada bulan April lalu. Namun, Mahkamah Agung (MA) menolak PK Mary Jane. Pengajuan PK berujung penolakan juga dialami terpidana mati asal Ghana, Martin Anderson. Rodrigo Gularte sendiri ditangkap pada 31 Juli 2004 silam di Bandara Soekarno-Hatta setelah kedapatan menyelundupkan 19 kilogram heroin di dalam papan surfing. Rodrigo divonis mati pada 7 Februari 2005 dan pengajuan grasinya ditolak pada 5 Januari 2015 lalu.
Eksekusi mati jilid dua akan melibatkan 9 terpidana. Selain Rodrigo Gularte dan Mari Jane Veloso, eksekusi mati juga dilakukan terhadap Andrew Chan (WN Australia), Myuran Sukumaran (WN Australia), Raheem Agbaje Salami (WN Spanyol), Martin Anderson alias Belo (WN Nigeria), Sylvester Obieke Nwolise (WN Nigeria), Okwudili Oyatanze (WN Nigeria) dan Zainal Abidin (WN Indonesia).
Seorang terpidana mati lainnya Serge Areski Atlaoui yang rencananya dilakukan Selasa tengah malam ditunda. Detik-detik terakhir, peracik sabu Cikandi, Serang ternyata mengajukan perlawanan hukum atas putusan PTUN PN Tangerang yang menolak gugatannya. (uis/gatot)