Surat Eksekusi Pembuat Sabu Cikande Keluar
TANGERANG,SNOL—Jaksa Agung H M. Prasetyo membuktikan janjinya akan melakukan eksekusi terpidana mati gelombang dua pasca Konferensi Asia Afrika (KAA). Tak tanggung-tanggung, kemarin (24/4), kedutaan besar, keluarga hingga pengacara pengacara terpidana mati mendapat undangan untuk mendatangi Nusakambangan.
Termasuk diantaranya keluarga Serge Areski Atloui, pria yang divonis mati dengan tuduhan meracik sabu di Cikande, Serang.
Sesuai informasi internal Kejagung, keluarga sejumlah terpidana mati diminta datang ke Nusakambangan pada Sabtu pagi oleh sejumlah Jaksa dari Kejagung. Permintaan Jaksa tersebut sama sekali tanpa keterangan, hanya semuanya diajak untuk bertemu terpidana mati. “Ya semua sudah diberitahu untuk datang,” ujarnya,
Bisa jadi, ini momentum kali terakhir keluarga bertemu dengan para terpidana. Yakni, Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Mary Jane, Raheem Agbaje, Serge Areski Atloui, Martin Anderson, Sylvester Obiekwe, Rodrigo Gularte, Okwudili Oyantanze dan Zainal Abidin. “Semuanya sudah lengkap, Mary Jane yang terakhir, dikirim ke Nusakambangan Jumat dini hari,” tuturnya.
Bila melihat eksekusi pada gelombang pertama pada 18 Januari lalu, biasanya jaksa akan menggelar sidang kecil untuk memberitahukan jadwal eksekusi mati tersebut pada terpidana mati. Saat itu terpidana mati mendapatkan satu permintaan terakhirnya. “Lalu, eksekusi mati dilakukan tiga hari setelah pemberitahuan tersebut. fungsinya, agar terpidana mati bisa bersiap-siap,” jelasnya.
Artinya, bila keluarga datang pada Sabtu pagi dan sidang pemberitahuan dilakukan pada hari yang sama, maka eksekusi mati diprediksi dijadwalkan pada awal pekan depan. “Kemungkinan seperti sebelumnya, eksekusi dilakukan tengah malam. Namun, semua itu masih bisa berubah, tergantung apa yang terjadi dalam tiga hari,” jelasnya.
Asumsi tersebut dikuatkan dengan makin langkanya kamar hotel yang kosong di Cilacap. Pantauan Jawa Pos (grup satelitnews), hampir semua hotel di Cilacap telah penuh dan dihuni ratusan polisi serta sejumlah jaksa. Mereka secara diam-diam ternyata sudah berada di kota terdekat dari Pulau Penjara tersebut.
Sementara dikonfirmasi kemungkinan eksekusi mati dilakukan awal pekan depan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana tidak menjawab. Menurut dia, Kejagung belum menentukan jadwal eksekusi mati. “Waktu eksekusi belum ditentukan,” jelasnya.
Waktu eksekusi itu belum ditentukan karena sebenarnya masih ada satu proses hukum yang belum selesai. Yakni, peninjauan kembali (PK) yang diajukan Zainal Abidin, Terpidana mati asal Palembang. “Hingga saat ini keputusan PK-nya belum keluar, mau tidak mau harus menunggu,” jelasnya.
Kejagung akan menunggu keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) untuk PK tersebut. Kemungkinan putusan MA itu akan keluar dalam waktu dekat. “Bisa hari ini atau beberapa hari ke depan,” tuturnya ditemui di komplek kantor Kejagung kemarin.
Terkait kedatangan pada Jaksa dan anggota kepolisian ke Cilacap, dia tidak ingin berkomentar. Namun, yang pasti memang telah ada undangan pada keluarga, kedutaan dan pengacara untuk bertemu dengan terpidana mati pada Sabtu. “Diharapkan, semuanya bisa datang,” tegasnya.
Apakah kedatangan keluarga, kedutaan dan pengacara ini juga untuk memberitahukan jadwal eksekusi mati, seperti pada eksekusi mati gelombang pertama? Menurut dia, semua itu belum pasti, yang sebenarnya semuanya diundang untuk pertemuan. “Pertemuan apa, tentu belum bisa diungkapkan,” ujarnya.
Kendati begitu, sebenarnya eksekusi mati bisa dilakukan paling singkat tiga hari pasca pemberitahuan. Namun, hal tersebut tidak mutlak, yang artinya bisa jadi lebih lama. “Setelah pemberitahuan, bisa jadi tidak tiga hari, tapi empat hari atau lebih juga bisa,” ujarnya.
Eksekusi mati gelombang dua dipastikan tidak akan lama lagi. Pasalnya, lembaga yang dipimpin H M. Prasetyo tersebut telah mengeluarkan surat perintah eksekusi. “Surat perintah eksekusi itu sudah beberapa hari lalu keluar,” tuturnya. Namun, surat perintah eksekusi itu tidak membuat Jaksa langsung melakukan eksekusi terhadap 10 terpidana mati. Sebab, Jaksa tetap diwajibkan untuk menunggu semua proses hukum kelar. “Kan masih ada Zainal itu yang terpaksa harus ditunggu,” jelasnya.
Terkait pemindahan Mary Jane yang dilakukan Jumat dini hari, Kejagung memastikan Mary Jane telah masuk ke sel isolasi. Sel tersebut merupakan sel khusus perempuan, sebab terpidana mati lainnya semuanya lelaki. “Pemisahan ini untuk antisipasi saja,” paparnya.
Dia menerangkan bahwa Mary Jane saat ini ditempatkan di Lapas Besi, lapas yang sama dengan sembilan terpidana mati lainnya. “Lapas besi ini besar, jadi tidak perlu khawatir tidak muat. Kan hanya menyiapkan satu ruangan tersendiri,” jelasnya.
Kuasa Hukum Raheem Agbaje Utomo Karim menjelaskan, semua proses hukum Raheem telah ditempuh. Saat ini tidak ada lagi sesuatu yang bisa dilakukan untuk menghentikan eksekusi mati. Hal tersebut karena proses hukum untuk terpidana mati ini tampak seperti formalitas. “Apapun yang dilakukan dalam sidang, tetap saja hasilnya ditolak,” ujarnya.
Sebenarnya, yang perlu dipertanyakan itu adalah tujuan eksekusi mati. Bila, selama ini eksekusi mati ini ditujukan agar ada efek jera, namun kenyataannya tetap banyak terpidana mati yang masih mengendalikan peredaran narkotika. “Ini artinya, tidak ada kejeraan,” jelasnya.
Dengan begitu, seharusnya pemerintah mulai memandang bahwa eksekusi mati bisa menjadi pertimbangan terakhir. Masih banyak, hukuman lainnya yang bisa dilakukan. “Ada banyak jalan yang bisa ditempuh untuk memerangi narkotika,” tegasnya. (idr/aph/jpnn)