Pemkot Gusur Rumah Ulama

CILEDUG,SN—Rumah milik Haji Muhyidin, guru mengaji yang juga ulama warga Paninggilan digusur Pemerintah Kota Tangerang, Senin (16/3). Penggusuran terhadap rumah yang terletak di Jalan Ciptomangunkusumo Gang H Yusuf RT 01/10,

Kelurahan Paninggilan Kecamatan Ciledug berlangsung ricuh.

Rumah milik Muhyidin merupakan salah satu dari tiga rumah, tiga warung dan satu bengkel di Gang H Yusuf Kelurahan Paninggilan yang harus digusur Pemkot Tangerang. Total luas lahan yang dieksekusi di Kelurahan Paninggilan mencapai 1405 meter per segi.

Aset Pemkot Tangerang di Paninggilan dikuasai oleh tiga keluarga besar. Dari total lahan tersebut, sebanyak dua bidang sudah diserahkan secara sukarela ke Pemerintah Kota Tangerang termasuk rumah Haji Muhyidin dan Rajiman. Kemarin, kediaman Haji Muhidin dan Rajiman dieksekusi dengan dirubuhkan. Sementara sisanya, seluas sekitar 665 meter persegi masih menunggu proses pengadilan karena salah satu penghuni satu bidang tanah melakukan gugatan ke Pemerintah Kota Tangerang. Gugatan dilakukan keluarga ahli waris Nali bin Siman.

Asisten Daerah I Kota Tangerang, Syaeful Rohman menjelaskan, rumah–rumah tersebut berdiri di atas lahan milik Pemkot Tangerang selama puluhan tahun secara ilegal. Pemkot melalui Satpol PP telah melakukan pendekatan persuasif kepada para pemilik rumah untuk meninggalkan lahan secara sukarela. Namun tidak mendapatkan respon semua pemilik rumah.

“Kita sudah memberikan toleransi kepada warga untuk segera membongkarnya sendiri. Kita mulai memberikan surat sejak awal bulan Juni tahun lalu sebanyak dua kali. Tapi warga tidak mau pindah sehingga harus kami eksekusi,”ujar Syaeful, Mantan Kepala Bagian Humas Pemkot Tangerang, Senin (16/3).

Eksekusi yang awalnya dilakukan pada pukul 08.00 wib mengalami penundaan hampir tiga jam. Puluhan warga yang tidak menerima eksekusi menghadang para petugas untuk tidak menggusur bangunan yang sudah lama ditempati. Bukan hanya laki-laki, kaum perempuan yang mayoritas ibu-ibu juga tampak mengusir para petugas dengan peralatan seadanya.

Sebelum eksekusi, petugas terlebih dahulu melakukan mediasi dengan warga bersama perwakilan anggota dewan dari dapil tersebut di Kantor Kelurahan Paninggilan. Namun mediasi tersebut berakhir buntu. Keinginan warga yang meminta untuk tidak dieksekusi ditolak mentah-mentah oleh petugas dengan alasan sudah sesuai dengan aturan. Akhirnya warga melakukan aksi demonstrasi di kantor kelurahan Paninggilan. Sementara, petugas gabungan yang terdiri dari Satpol PP, Polsek Ciledug, Koramil 05/Ciledug, Bagian Hukum Pemkot, jajaran Kelurahan Panunggangan dan Kecamatan Ciledug menggelar apel sebelum melakukan eksekusi dengan dipimpin Syaeful Rohman.

Sekitar pukul 10.40 Wib, petugas bergerak dari Kantor Kelurahan Panunggangan menuju lokasi eksekusi yang berjarak 200 meter dengan berjalan kaki. Warga yang mengetahui kedatangan petugas bersiap-siap untuk menghadang dan melawan. Pantauan di lokasi, warga terlibat bentrok dengan petugas. Terlihat seorang warga membawa balok untuk melawan tugas.

Kericuhan terjadi sekitar 10 menit. Warga terlibat saling dorong dan memaki para petugas. Untungnya kericuhan tidak meluas setelah petugas melakukan pendekatan dengan Haji Muhyidin, salah satu pemilik rumah yang digusur sekaligus tokoh masyarakat setempat. Petugas selanjutnya menarik pasukan dan berkumpul di lokasi.

Saat kericuhan mereda, warga yang terkena gusuran mengungkapkan uneg-unegnya. Suliati, perwakilan ahli waris yang menghuni lahan di Jl H.M Yusuf Kelurahan Paninggilan, Ciledug mengatakan pada tahun 1952, orang tuanya (alm) Nali mengikuti pelatihan kursus Tjepat Pamong Desa Kabupaten yang ditandatangani Kepala Daerah Kabupaten Tangerang R.A Wiradi. Pada saat itu pula, orangtuanya menempati lahan seluas 1700 meter persegi dan diketahui kepala desa.

“Dulu tanah ini tanah tak bertuan. Lahannya penuh batu-batu semua dan orang tua kami yang mengubah lahan tersebut menjadi hamparan yang digunakan untuk tempat tinggal,” ujarnya. Menurut Suliati, lahan tersebut sudah ditempati turun temurun. Sebagai warga negara yang baik, pihaknya juga membayar pajak tanah hingga saat ini. Dijelaskannya, selama lahan itu ditempati tidak pernah ada klaim dari pihak mana saja termasuk Pemkot Tangerang.

“Tapi kami terkejut dan merasa didzolimi ketika Pemkot Tangerang mengakui lahan ini dan diminta untuk segera membongkar bangunan serta mengosongkan lahan ini. Lahan ini kami tempati jauh sebelum kota ini terbentuk,”paparnya. Suliati menambahkan, ahli waris sampai saat ini belum pernah mengalihkan dan memperjualbelikan lahan tersebut kepada pihak lain walaupun banyak yang merayu untuk menjualnya.

“Kami minta pemerintah punya hati yang berprikemanusiaan. Kami minta solusi yang terbaik, jangan tiba-tiba digusur. Akibat tekanan ini, anggota keluarga kami juga meninggal dunia,” ucap Suliati yang mengajukan gugatan ke Komnas HAM dan Pengadilan Negeri Tangerang terkait kasus tersebut.

Menanggapi pernyataan warga, Syaeful Rohman menjelaskan, eksekusi dilakukan sebagai usaha Pemkot Tangerang mengembalikan aset pemerintah sekaligus sebagai bentuk penegakan hukum bagi para pelanggar aturan. Dia menegaskan, pihaknya akan meladeni gugatan hukum yang diajukan ahli waris Nali.

“Kami juga akan menempuh jalur hukum atas penyerobotan yang dilakukan warga. Karena ini juga menjadi salah satu temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hari Rabu depan, kami juga akan melaporkan para penyerobot tanah pemerintah ke kepolisian,” tegasnya.

Selain laha di Paninggilan, Pemkot Tangerang juga akan mengambil alih 27 aset yang kini dikuasai pihak lain secara ilegal. Ke 27 aset itu berada di tujuh kelurahan yakni Kelurahan Cimone, Kelurahan Poris Gaga, Kelurahan Cipondoh Indah, Kelurahan Karawaci Baru, Kelurahan Larangan Indah, Kelurahan Cibodas Sari dan Kelurahan Peninggilan.

Sebagian lahan sudah beralih menjadi tempat pendidikan seperti Yayasan Al Muhajirin di Jalan Cimone Betas 1. Selanjutnya ada lahan seluas 241 meter di jalan Macan Dalam Sejahtera 1 yang dijadikan rumah tinggal. Ada juga lahan seluas 773 meter di jalan Macan Dalam Sejahtera yang disulap menjadi warung, pos satpam serta sebuah gardu Telkom. (uis/gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.