Uniknya Karinding, Alat Musik Tradisional Sunda
TANGERANG, SNOL—Banyak alat musik dari daerah tanah Sunda yang terbuat dari bambu. Sebut saja Angklung dan Seruling. Mungkin, nama-nama alat musik tersebut sudah sangat familiar di telinga kita.
Tetapi, apakah Anda tahu dengan alat musik bernama Karinding?
Karinding adalah alat musik tradisional Sunda yang penyebarannya ada di tataran tanah Sunda. Kini Karinding juga menyebar sampai ke tanah Banten. Karinding dari Banten dapat dikenali dari beberapa tokoh masyarakat yang masih ingat atau tahu tentang Karinding itu, tepatnya di Kampung Jaha, Balaraja Kabupaten Tangerang. Karinding masih dilestarikan yang kemunculannya dipelopori oleh pemuda kampung Jaha yang terlibat menjadi anggota di Padepokan Seni Barak Karinding (Bakkar).
Beberapa tokoh yang masih mengetahui salah satunya ialah Abah Sueb (70). Dia bercerita, zaman dahulu Karinding di Kampung Jaha ini banyak dimainkan oleh pemuda kampung dengan tujuan untuk menghibur diri ataupun merayu lawan jenisnya. Karinding di Kampung Jaha terbuat dari bahan pelepah aren dan dalam penggunaannya permainan musik biasanya dibarengi dengan Celempung Petik (Khas Balaraja).
Pembina Bakkar, Muklis Ponco mengatakan, dahulu para pemuda di Kampung Jaha hampir semuanya bisa memainkan Karinding. Beberapa tokoh selain Abah Sueb adalah Abah Jaeisin yang masih juga mampu membuat Celempung petik dan Abah Jahawan, laki-laki yang juga sebagai pemain Karinding di Jaha. Mereka merupakan beberapa tokoh yang menjadi pelaku dan mengetahui tentang Karinding yang berada di Kampung Jaha.
“Karinding juga tidak hanya berkembang di Kampung Jaha. Tempat yang tidak jauh dari Kampung Jaha yaitu ada tempat yang dinamakan Karinding yang sekarang tempat itu digunakan sebagai makam umum,” katanya.
Dijelaskannya, di makam umum itu, ada makam yang sering banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai tempat yang bernama Syekh Yusuf Karinding. Tetapi para peziarah tidak mengetahui apa itu Karinding, begitupun dengan masyarakatnya. Mereka hanya menganggap Karinding itu adalah sebuah tempat yang berbentuk bukit seperti bentuk makam umum yang berada di Karinding itu.
“Kami mendapatkan cerita yang menarik dari penjaga makam yang sekarang telah almarhum, yakni Abah Ahyani. Pada tahun 2011 Abah mendapatkan mimpi yang bertemu dengan kakek-kakek tua yang memberitahu dia dengan bahasa kalau ingin tahu kenapa makam ini disebut makam Karinding, kamu buat alat seperti ini dan dimainkan dengan cara dipukul sampai bergetar dan diletakkan ke mulut,” paparnya.
Namun, dalam mimpi alat itu tidak disebutkan namanya dan seketika ia terbangun dari tidurnya. Ketika Abah Ahyani bangun dari tidurnya, ia segera mencari bahan yang dapat dijadikan untuk membuat alat yang seperti di mimpi tersebut. Kemudian ia menggunakan bahan pelepah aren untuk membuat alat itu. “Ketika alatnya sudah selesai dibuat, ia memainkannya dan dilihat oleh tetangganya. Sontak tetangganya mengatakan kalau itu namanya Karinding. Di situ barulah dia tahu kalau alat tersebut adalah Karinding,” ungkapnya.
Karinding itu berkembang di Balaraja. Ada juga pelaku lain yang menggunakan Karinding yaitu Nyi Mas Melati yang makamnya berada di Kampung Bunar. Menurut beberapa tokoh ada yang mengatakan bahwa Nyi Mas Melati menggunakan Karinding dalam perjalanan dari tempat tinggalnya di Bogor sampai ke Kampung Bunar Balaraja. Selama di perjalanan dia terus menggunakan Karinding tanpa berhenti.
“Karinding yang muncul di Kampung Jaha, Kampung Bunar, dan di lingkungan makam Karinding, berbeda ceritanya dengan yang telah ada di Baduy Kampung Cibeo. Yang memainkannya adalah Abah Karmain. Dia menggunakan Karinding untuk menghibur dirinya ketika ia berada di kebun atau di sawahnya,” jelasnya.
Diungkapkannya, menurut Abah Karmain ketika ia selesai menanam padi tumbuhan atau apa saja yang bisa dimakan. Ia biasa menggunakan Karinding di saungnya sambil duduk melepas lelah setelah bercocok tanam. Kebiasaan itu ia lakukan terus menerus setiap saat. Ketika sedang tidak bekerja ia pun menggunakan Karinding untuk menghibur dirinya di kala kesepian.
Untuk terus melestarikan kesenian dan kebudayan kini alat musik tersebut terus dilestarikan sebagai aset. Mereka membangun Barak Karinding. Barak adalah tempat tinggal bersama, Karinding adalah alat musik yang berasal dari tanah Sunda dengan filosofi yakin, sabar dan sadar. “Jumlah anggota sebanyak 30 orang yang merupakan para pemuda di wilayah tersebut. Kita juga sering diundang untuk mengisi bebragai acara di daerah-daerah sekitar Tangerang dan di luar Tangerang,” tambahnya. (uis/made)