Olla Menangis Dituntut Mati
Sebut Jual Narkoba untuk Biaya Anak
TANGERANG,SNOL Setelah tiga kali gagal sidang pembelaan, Meirika Franolla alias Olla akhirnya hadir dalam pembacaan pembelaan dalam perkara tindak pidana narkotika.
Sempat menangis saat membacakan pleidoi, Olla mengaku butuh uang untuk sekolah anak saat memutuskan membantu peredaran narkotika dari balik penjara.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Senin (2/2) siang sekitar pukul 14.00 wib. Ketua majelis hakim, Bambang Edi Supriyanto terlebih dahulu memberikan waktu kepada penasihat hukum Olla untuk membacakan pembelaaan atas kasusnya. Setelah itu giliran Olla yang membacakan pembelaannya yang dituliskan di kertas ukuran Folio.
Tumpukan dokumen pembelaan (pledoi) atas tuntutan terdakwa Olla yang sebelumnya sudah dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum. Dokumen itu ada sekitar 10 buah yang di jilid sampul plastik berwarna biru. Dalam pembelaan penasihat hukum menyusunnya sebanyak 35 halaman.
Saat dibacakan, perempuan bertubuh gempal dan berkulit putih itu tampak seksama mengikuti setiap kalimat yang diucapkan oleh penasihat hukumnya, Troy Latuconsiana.
Olla menolak tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa penuntut umum. Olla berpedoman pada pasal 183 Kuhap yang menyatakan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
“Ketentuan tersebut mensyaratkan ada dua alat bukti yang sah itu adalah belum cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana untuk seseorang karena sistem pembuktian dalam KUHAP masih bersifat negatif,” kata Troy.
Menurut Troy, barang bukti berupa dua buah handphone dan satu buah SIM Card Indosat tidak dapat dihubungkan dan dikaitkan dengan perbuatan materiil percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika.
“Karena didalamnya memuat komponen handphone dan sekian puluh memori tapi sama sekali tidak menampung atau memuat narkotika sebagaimana yang didakwakan jaksa dalam surat dakwaannya,” tuturnya.
Dalam keterangan terdakwa yang diakui di muka sidang hanya sebatas dan terbatas pada terjadinya transaksi uang antar rekening bank yang diperkuat keterangan saksi saksi.
“Keterangan terdakwa tersebut tidak diperoleh fakta hukum yang mendukung terjadinya tindak pidana dalam dakwaan pertama tentang terjadinya percobaan atau pemufakatan jahat pidana narkotika,” ujarnya.
Menurutnya, surat tuntutan pidana jaksa penuntut umum hanya didasarkan pada asumsi dan logika tentang terjadinya transfer uang sebagai hasil penjualan narkotika. Tetapi fakta hukum dalam sidang tidak diperoleh minimum dua alat bukti yang sah membuktikan bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut. “Oleh karenanya sesuai ketentuan 183 Kuhap, perbuatan terdakwa tidak terbukti secara hukum,” tegasnya.
Terkait dakwaan kedua, menurut Troy sangat membingungkan dan menyesatkan.
“Dalam tuntutan jaksa membuat pertimbangan hal yang memberatkan dan yang meringankan. Padahal untuk pidana maksimal yakni pidana mati secara hukum tidak boleh memberi pertimbangan hal-hal yang meringankan,” jelasnya.
Setelah itu majelis hakim memberikan kesempatan kepada Olla untuk membacakan pembelaan atas tuntutan pidana mati yang diberikan JPU. Dalam pembelaannya Olla tampak menangis dan menyeka air matanya. Bahkan perempuan berkulit putih itu terlihat jelas mukanya berwarna merah karena tak tahan saat membacakan pembelaan. Olla juga sempat berhenti sejenak karena tak kuat dan tersendat-sendat membacakannya. Setelah itu ia kembali melanjutkannya.
“Dalam pembelaan ini, saya tidak banyak yang ingin disampaikan. Bahwa saya sadari apa yang dulu saya lakukan adalah sebuah kesalahan dan kehilafan masa lalu kehidupan. Itu saya lakukan karena untuk memenuhi kebutuhan hidup karena saya sebagai lulusan SMP,” katanya.
Olla mengatakan tuntutan pidana kepadanya harus sesuai asas keadilan. Ia berharap putusan hakim nanti dapat mempertimbangkan pem-belaan yang dibacakan.
“Perbuatan tersebut saya lakukan untuk mencukupi kehidupan anak saya untuk sekolah. Saya ingin dia dapat pendidikan lebih tinggi dari saya sebagai ibu. Terkait rekening yang saya punya itu adalah usaha saya mencari uang di dalam penjara,” ucapnya.
Setelah pleidoi dibacakan, sidang ditutup. Majelis hakim akan kembali menggelar sidang dengan agenda tanggapan jaksa ter-hadap pembelaan terdkawa pada 9 Februari 2015.
Ola merupakan terpidana penyelundupan narkotika yang sedang menjalani hukuman penjara 12 tahun karena kasus narkotika. Dia sebelumnya mengantongi vonis hukuman mati dari Pengadilan Negeri Tangerang, 22 Agustus 2000. Setelah mengajukan kasasi, dia mendapatkan pengurangan masa hukuman menjadi 12 tahun penjara. Tapi ulahnya terlibat peredaran narkotika di lembaga pemasyarakatan Nusakambangan membuat Ola kembali terancam hukuman mati. Kasie Pidum Kejari Tangerang, Andri Wiranofa mengatakan dalam pengulangan kasusnya, Ola dijerat pasal 142 ayat 2 junto 137 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati.(uis/gatot/satelitnews)