Izin Pabrik Dipakai untuk Sekolah, STTI Aristamar Disegel
BATUCEPER,SNOL Aparat Satpol PP Kota Tangerang melakukan penyegelan terhadap Sekolah Tinggi Teknologi Injil (STTI) Aristamar di Jalan Daan Mogot KM 18 Kelurahan Kebon Besar, Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang.
Penyegelan itu dilakukan karena bangunan yang ditempati sekolah tersebut melanggar Perda No 6 Tahun 2011 tentang Ketertiban Umum.
Asisten Daerah I Kota Tangerang, Saeful Rohman mengatakan dalam pasal 30 ayat 3 Perda no 6 tahun 2011, dimuat aturan yang mewajibkan setiap orang atau badan yang menggunakan bangunan harus sesuai izin peruntukannya.
“Izin bangunan itu untuk industri. Tapi yang bersangkutan memakai untuk kegiatan pendidikan. Itu tidak diperbolehkan dan jelas melanggar,” kata Saeful di lokasi, Sabtu (17/1) lalu.
Saeful menuturkan, sekolah itu juga tidak memiliki izin operasional. Pengelola sekolah sebelumnya mempunyai izin operasional tetapi atas nama yayasan Bina Setya Nusantara. Yayasan tersebt sudah dibubarkan pada 24 Maret 2014.
Pemkot Tangerang mendapat tembusan dari dirjen pendidikan tinggi (Dikti) terkait pencabutan izin operasional Yayasan Bina Setya Nusantara tertanggal 9 Januari 2015.
“Untuk penyelenggaraan pendidikan yang sekarang, saya kurang tahu dari yayasan apa. Dia tidak pernah mengajukan permohonan yang baru. Kalau yayasan lama memang ada izin operasionalnya tapi itu sudah dicabut. Sedangkan IMB nya masih menggunakan industri belum ada izin pengalihan fungsi,” ungkapnya.
Setelah menyegel sekolah, Pemkot Tangerang meminta pengelola memindahkan lokasi ke tempat yang sesuai peruntukannya dan memungkinkan untuk penyelenggaraan pendidikan. Kemudian karena asrama tersebut ada penghuninya sebannyak 664 mahasiswa, Pemkot Tangerang memberikan toleransi waktu 45 hari. Apabila tidak dikosongkan maka akan dikosongkan secara paksa.
“Ada 10 ruang yang disegel, termasuk kegiatan belajar mengajar, kantor, laboratorium, klinik dan lainnya. Itu sudah lama menjadi permasalahan sejak 2011,” tambahnya.
Ketua Pelaksana Yayasan, Julius Thomas Bilo mengatakan secara prinsip pihaknya merasa menjadi korban daripada administratif oleh pengelolaan yayasan lama hingga akhirnya terbentur pada ketentuan aturan pemerintah setempat.
Namun, mereka juga mengakui dan menerima segala regulasi aturan yang berlaku pada wilayah tersebut. Hanya saja, mereka berharap kepada pemerintah setempat untuk memberikan toleransi waktu hingga 12 bulan ke depan untuk mempersiapkan lokasi penggantinya.
“Yang harus juga perlu diketahui adalah bahwa di sini ada ratusan anak-anak yang harus dipertaruhkan studinya, hidupnya dan masa depannya. Hak anak bangsa untuk sekolah harus dipertaruhkan atas penyegelan ini,” ujarnya.
Dia mengungkapkan harapan agar ada kebijakan dari Pemkot Tangerang terkait keberlangsungan pendidikan anak-anak yang banyak berasal dari daerah pelosok dan memiliki visi membangun desanya.
Penasehat Yayasan, Pendeta Roni Samatimbang menjelaskan sekolah memiliki izin dari dirjen dikti dan PT BAN. Tapi memang ada dua pihak yang berseteru dan sudah diselesaikan. Pihaknya juga masih berupaya untuk mendapatkan izin peralihan fungsi.
“Pendidikan itu kan boleh ada dimana-mana. Di Gajah Tunggal saja ada politeknik. Kalau menyalahi tata ruang, kami juga urus bukan tidak urus. Tanggapannya memang tidak ada celah untuk alih fungsi padahal pendidikan boleh dimana-mana,” jelasnya.
Pihaknya juga merasa kaget ada pencabutan operasional yang baru dari Dikti pada 14 januari 2015. Saat ini ia masih berpedoman pada ijin lama sampai 2018. Menanggapi waktu yang hanya satu setengah bulan, demi ketatatan kepada pemerintah ajaran manapun harus tunduk pada pemerintah.
“Kami hanya minta kebijaksanaan karena ada sekitar 800 orang yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan pengurus. Mereka harus terus hidup dan belajar terus menerus. Sekarang setelah disegel mau kemana. Ini tugas pemerintah. Kami tidak diam diri kami juga sudah cari tempat,” ujarnya.(uis/gatot/satelitnews)