Titipan Orangtua, Fosil Ini Tak Dilepas Meski Ditawar Rp 1 Miliar

Muhammad Nasir, memperoleh warisan tak biasa dari orangtuanya. Dia mengoleksi fosil buah kelapa dempet yang dipercaya berusia lebih dari tiga ratus tahun!

PRAMITA TRISTIAWATI, Ciputat

SEPINTAS, orang awam akan dibuat tergelitik ketika pertama kali melihat fosil milik Muhammad Nasir atau Acing. Buah kelapa dempet itu masih utuh bundar besar berdiameter sekitar 30 cm, berwarna cokelat pekat dan kar-ena dempet bentuknya menyerupai bokong seksi wanita.

“Memang banyak yang bilang mirip bokong wanita. Tapi karena bentuknya dempet atau Jenggih, jadi memang mirip,” ujar warga Jalan Ki Hajar Dewantara Gang Nurul Huda 1 Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan (Tangsel) itu.

Selain besar, bentuknya juga masih utuh. Diperkirakan beratnya bisa mencapai 5 kg, sebab di dalamnya terdapat daging kelapa yang sudah membatu menjadi fosil. Tampak dari luar, serat kelapa masih terlihat. Namun sisi lainnya sudah diamplas oleh orangtua Acing untuk memperhalus.

“Tadinya terlihat seperti serat kelapa, tapi sama orangtua saya dulu diampelas, disemir, sampai dirawat sedemikian rupa,” ujarnya. Saking spesialnya, fosil buah kelapa itu disimpannya di dalam kamar dan diletakkan di sebelah tempat tidur. Sebelum tidur, Acing rajin merawat dan membersihkan fosil kelapa tersebut.

Menurut Acing, kelapa itu diperoleh orangtuanya pada tahun 1961. Saat itu, orangtuanya yang pernah bekerja di Balikpapan Kalimantan mendapatkan fosil dari seorang saudagar kaya.

“Dikasih saja sebagai hadiah. Kata orang itu tolong dijaga jangan sampai dijual atau berpindah tangan ke orang lain. Sehabis ngasih kelapa ini orangnya meninggal dunia,” kata Acing.

Amanah serupa pun didapatkan mantan Camat Ciputat itu dari orangtuanya sebelum wafat pada 2007 silam. Sejak 2007 itulah, fosil warisan itu rajin keliling kedutaan negara lain untuk dipamerkan. Yang paling berkesan adalah ketika si fosil dipamerkan di kantor Kedutaan Jerman.

“Banyak media Jerman memberitakan, makanya kelapa saya ini terkenal di negara sana. Tapi pas kedutaan Amer-ika minta dipamerkan juga saya nolak,” ujarnya. Entah apa alasannya menolak pameran di kedutaan Amerika, mulai saat itu Acing libur memamerkannya di kedutaan negara sahabat.

Terakhir, Museum Jakarta mendatangi rumah Acing di Ciputat untuk meminta kelapanya diserahkan ke museum. Saat itu, Museum Jakarta dengan anggaran Pemerintah Pusat berjanji akan merawatnya di dalam museum.

“Tapi saya nolak, ini kan amanah orangtua disuruh jaga. Dikata mau dibeli juga, saya ogah!” tegasnya dengan logat Betawi.

Namun dari sana, Acing mengetahui tentang asal usul kelapa tua miliknya ternyata tercantum dalam sebuah buku yang ada di Museum Jakarta. Dalam buku tersebut tertulis pohon kelapa jenis Jenggih pertama kali tumbuh di dasar laut Atlantik.

“Pas saya baca buku itu aneh, kok ini bisa nyasar sampai Kalimantan. Makanya saya jaga betul ini,” ungkapnya.

Bahkan, saat turis Australia mendatangi rumahnya dengan membawa uang tunai Rp 1 miliar untuk membeli fosil tersebut. Lagi-lagi tanpa bosan, Acing menolaknya dengan halus.

Menurutnya, amanah orang tua tidak bisa dibayar dengan nominal berapa pun. “Nanti kalau saya ‘enggak ada’ bakal diturunin dan diamanahkan ke anak saya untuk menjaganya,” tutur Acing.

Kini, Acing pun terbuka. Dia membolehkan siapa saja yang mau melihat benda langka itu di rumahnya. Wakil Walikota Tangsel, Benyamin Davnie juga sengaja mendatangi rumahnya untuk menjawab rasa penasaran itu.

“Iya, habis melayat pak wakil kemari. Penasaran katanya. Sempat megang aja, enggak boleh bawa pulang,” katanya sembari terkekeh.(mitha/satelitnews)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.