Dijemput Ajal saat Tolak Harga Tanah Normalisasi Kali Angke

Emosi Tanahnya Dihargai Rendah

TANGERANG,SNOL Musyawarah warga Kelurahan Gondrong, Cipondoh, Kota Tangerang dengan Tim Appraisal, Dinas Tata Kota Tangerang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Selasa (17/11), berubah menjadi duka.

Salah satu warga yang mengikuti musyawarah soal pembebasan lahan untuk normalisasi Kali Angke, itu mendadak meninggal dunia.

Darussalam (65), warga RT 003/05 Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh, yang juga tokoh masyarakat setempat ini meninggal dunia beberapa saat setelah memprotes tim Appraisal yang menaksir harga tanah miliknya yang dinilai terlalu rendah. Musyawarah digelar di aula Kelurahan Gondrong pukul 13.00 Wib.

“Saya kaget dengernya. Kirain bapak tidak datang (musyawarah) karena sebelumnya bilang tidak mau hadir. Ibu juga pesan bapak agar jangan hadir. Tadinya bapak mau nemenin ibu yang mau operasi di RS Bintaro, tapi ya tidak nyangka aja,” ujar Abdul Sagaf, anak kelima almarhum lirih saat ditemui Satelit News di rumah duka, kemarin.

Pria berperawakan sedang ini juga mengaku tidak mempunyai firasat apa-apa. “Sebelumnya ayah sempat berpesan agar tanahnya tidak dijual kalau harganya rendah,” tukasnya.

Keponakan Almarhum, Ismail mengaku kecewa dengan musyawarah terkait pembebasan lahan tersebut. Menurut Ismail, rapat yang dihadiri Perwakilan Pemerintah, BPN dan Tim Appraisal itu tidak berpihak kepada warga.

“Mereka harus bertanggung jawab karena akibat harga yang rendah membuat Darussalam shock dan kaget hingga menutup usia,” ujar Ismail dengan nada tinggi.

Dijelaskan Ismail, bukan hanya keluarga almarhum, warga juga kesal dengan peristiwa ini. “Kalau bisa mah setelah kejadian ini warga jangan ada yang jual tanahnya. Warga disini sudah kesal mas. Saya sangat sedih dan benar-benar kecewa,” tegas pria yang juga terdaftar dalam pembebasan lahan. Dia memiliki tanah seluas 264 meter persegi.

H Kosasih, tokoh masyarakat setempat juga menanggapi hal yang sama. Dia sangat menyayangkan penilaian tim appraisal yang jauh dari harga pasaran, apalagi harapan warga. Dia berharap, agar harga yang ditawarkan dievaluasi kembali sesuai pasaran.

“Tidak ada tanah di bawah Rp 3 juta. Di sini tanah sudah mahal. Mereka malah nawar ngasih harga di bawah satu juta. Ditambah jawaban mereka menjelaskan secara emosional dengan membenturkan warga kepada Pengadilan,” katanya.

Musyawarah sendiri dimulai sekitar pukul 13.00 Wib. Pemaparan pertama dilakukan oleh Tim BPN Kota Tangerang yang disampaikan Kepala BPN, Himsar. Selanjutnya pemaparan oleh Dinas Tata Kota yang disampaikan Kabid Pengadaan Lahan Yudit Daryadi. Dan dilanjutkan oleh Tim Appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik Anas Karim & rekan sebagai petugas yang menilai properti.

Munir, Warga RT 003/05 Kelurahan Gondrong mengatakan, sebanyak 71 pemilik tanah yang terkena pembebasan pembangunan normalisasi kali angke diundang dengan agenda musyawarah besaran ganti rugi dan tata cara pembayaran.

“Setelah kita kumpulkan di Kelurahan Gondrong, ternyata bukan musyawarah, tetapi pihak appraisal langsung menetapkan harga secara sepihak tanpa ada negosiasi. Tim juga menyampaikan bagi yang keberatan silakan mengajukan gugatan ke Pengadilan,” kata Munir yang memiliki tanah seluas 158 meter persegi itu.

Dia menjelaskan, harga yang ditawarkan bukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Tanah warga yang terkena proyek pembebasan normalisasi Kali Angke sangat rendah dan jauh dari harapan warga. Tanah warga hanya dihargai Rp750 ribu per meternya.

“Yang diundang 71 orang tapi yang hadir 100 orang lebih. Kita ditakut-takutin dengan Undang-Undang yang kalau tidak setuju gugat ke pengadilan,” kata dia.

Menurut Munir, saat itu tim appraisal baru lima menit bicara, tiba-tiba pak Haji (alm Darusalam) langsung berdiri memprotes.

“Pak haji bilang ke tim kalau dia keberatan sambil mengangkat telunjuknya. Dia juga berkata kalau lahir di sini sudah dari tahun 1945. Tanahnya dari depan sampai pinggir kali. Pokoknya dia tidak terima. Mungkin karena tidak kuat menahan emosi tiba-tiba saja pak haji pingsan,” tambahnya.

Munir menuturkan, Darusalam sempat memegang dadanya, dan saat terjatuh, tangannya pun sudah mengepal. Ketika ingin ditolong, kondisi Abdurahman juga sudah membiru dan selanjutnya dibawa ke rumah sakit dan dikabarkan sudah meninggal. Abdurahman memang memiliki riwayat penyakit jantung.

“Saya juga sudah kesal banget. Tanah kita dihargai sangat murah, hanya Rp750 ribu padahal nyari tanah Rp3 juta per meter saja belum tentu dapat. Tanah kita juga tidak terkena banjir tetapi malah kita yang kena gusur,” keluhnya.

Dia menambahkan, awalnya kesepakatan pertama yang terkena pembebasan adalah 15 meter ke kiri (Kampung Gondrong) dan 15 meter ke kanan (komplek). Tetapi pihak pengembang menawarkan harga Rp 20 juta pemeter sehingga pemerintah hanya mengambil ke arah kiri saja. Rumah yang tadinya tidak kena pembebasan menjadi terkena.

Rina, warga RT 001/05 Kelurahan Gondrong mengatakan, musyawarah ini merupakan pertemuan keempat. Pertama rapat sosialisasi dari pemerintah, BPN dan warga, saat itu warga setuju tapi harga belum muncul.

Kemudian rapat kedua, lahan yang terkena gusuran disepakati 15 meter ke kiri dan 15 meter ke kanan. Rapat ketiga, pengambilan data dan pengukuran, pengumpulan hasil pendataan (jika tidak sesuai data pengumpulan diberi waktu untuk komplain 14 hari), penilaian harga, musyawarah hasil penilaian dan pematokan

“Sekarang rapat keempat penetapan ganti kerugian dan tata cara pembayaran. Tapi tiba-tiba nilai sudah ditentukan sesuai harga pasar dan bangunan berdasarkan nilai bangunan,” ungkapnya.

Lurah Gondrong, Rudin mengatakan, kejadian ini adalah musibah. Menurutnya, dia tidak bisa menyalahkan kehendak Tuhan meskipun sebabnya saja karena musyawarah. Dia pun berharap tim ke depan harus mengevaluasi dan bijak dalam menentukan harga ganti rugi.

“Tadi lagi musyawarah, kebetulan dia (almarhum) punya penyakit jantung. Ditambah tempat panas dan emosi tinggi. Kita turut berduka cita,” tandasnya. (uis/dm/satelitnews)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.