Satu Wafat, 11 Calhaj Banten Gagal Berangkat
Kloter Haji Terakhir Banten Diberangkatkan
TANGERANG,SNOL Seluruh jamaah Haji asal Provinsi Banten telah diberangkatkan. Kelompok terbang (Kloter) ke 15 sekaligus kloter yang terakhir dari Banten diterbangkan dari Bandara Soekarno- Hatta Kota Tangerang menuju Bandara King Abdul Azis, Jedah, Arab Saudi, kemarin (21/9).
Dari 6.863 jamaah haji Banten, salah seorang diantaranya dilaporkan meninggal dunia sementara 11 orang gagal berangkat.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, Agus Salim mengatakan jamaah haji asal Banten yang meninggal dunia diketahui bernama Suharto Suharjo dari Kota Tangerang Selatan. Suharto merupakan salah satu dari 22 jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Arab Saudi.
“Almarhum meninggal dunia pada 19 September 2014 pukul 18.10 wib waktu Arab Saudi. Almarhum sudah dimakamkan di TPU Mekkah, Arab Saudi,”jelas Agus Salim, Minggu (21/9).
Mantan Kepala Kemenag Kabupaten Tangerang itu menambahkan selain satu orang meninggal dunia, diketahui 10 jamaah haji Banten sedang dirawat di rumah sakit di Arab Saudi karena sakit. Selain itu, sebanyak 11 calon jamaah haji Banten gagal diberangkatkan.
“Sebagian besar yang gagal berangkat karena sakit dan ada juga karena ada yang sedang hamil. Calon jamaah haji yang gagal berangkat berasal dari daerah Pandeglang, Tangsel dan Kabupaten Tangerang,”ujar Agus.
Secara keseluruhan, total jumlah calon jamaah haji se-Provinsi Banten mencapai 6863 orang. Jamaah terbanyak berasal dari Kota Tangerang sebanyak 1.634 orang. Sekitar 20 persen adalah lansia yang dengan usia terendah 93 tahun dan tertinggi 104 tahun. Mereka masuk kategori beresiko tinggi tapi sudah diperiksa kesehatannya.
Terkait pemondokan haji bagi jamaah Banten, Agus menyatakan tidak ada persoalan berarti. “Kalau soal pemondokan di Mekkah, laporan yang kita terima tidak ada kendala. Mereka merasa nyaman dan tidak ada persoalan. Untuk pemondokan di Madinah sendiri memang sempat ada komplain karena terlalu jauh, tetapi sudah kita sediakan bus,” ungkapnya.
Sementara untuk distribusi makanan di Madinah mereka juga tidak ada komplain. Para jamaah haji mendapat makanan sebanyak 18 kali makan untuk 9 hari. Sedangkan untuk di Mekkah, para jamaah haji masak sendiri atau membeli.
“Aktifitas sekarang para jamaah haji melakukan aktifitas ibadah saja sambil menunggu waktu wukuf tiba,” tuturnya.
Sisir Jamaah Haji Non Kuota
Dari Arab Saudi dilaporkan, Pemerintah Indonesia mulai menyisir potensi keberadaan jamaah haji non kuota menjelang pelaksanaan wukuf di padang Arafah tinggal. Pasalnya setiap tahun jamaah haji ‘illegal’ ini sering menyulitkan pemerintah saat pelaksanaan puncak ibadah haji itu.
Laporan dari tim media center haji, aktivitas penyusuran untuk mencari jamaah non kuota ini mulai dilakukan. Informasinya sudah ditemukan dua orang jamaah yang diduga jamaah haji non kuota Sabtu lalu waktu Saudi. Mereka ditemukan tersesat setelah melakukan ibadah di Masjidilharam.
Setelah dilakuan pendataan, mereka mengaku berangkat dari Surabaya. Total rombongannya berjumlah 18 orang. Setiap jamaah dikenai tarif hingga Rp 80 juta rupiah. Meskipun sudah membayar mahal, akomodasi yang mereka dapatkan sangat buruk. Mereka mengaku beruntung ditemukan oleh panitia di bawah komando daerah kerja Makkah.
Potensi jamaah haji non kuota semakin besar, tepatnya ketika mendekati pelaksanaan wukuf. Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Budi Firmansyah menuturkan, potensi pemberangkatan jamaah haji non kuota bakal terus terjadi hingga penutupan bandara King Abdul Aziz di Jeddah pada 28 September nanti.
“Bandara sebenarnya masih melayani penerbangan. Tetapi khusus untuk tamu-tamu atau undangan kerajaan Saudi,” tuturnya kemarin.
Menurut dia kasus jamaah haji non kuota setiap tahun selalu muncul. Permasalahan ini cukup komplek, sebab akses visa untuk bisa masuk ke Arab Saudi berada di tangan perwakilan Saudi di Jakarta.
Untuk itu Kementerian Agama (Kemenag) meminta perwakilan Arab Sudi di Jakarta tidak mengeluarkan visa haji untuk masyarakat selain jamaah haji yang masuk kuota resmi. Baik itu kuota haji khusus maupun kuota haji reguler.
Direktur Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Abdul Jamil menuturkan, keberadaan jamaah non kuota itu tidak tercatat di data base Kemenag maupun panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH). Sehingga posisi pemondokan mereka sulit untuk dilacak. Meskipun begitu, Jamil menuturkan pemerintah tidak lepas tangan terhadap kasus jamaah haji non kuota. “Khususnya bagi jamaah non kuota yang ditemukan dalam keadaan terlantar,” katanya.
Sebelum pelaksanaan wukuf, Jamil mengatakan panitia haji di Makkah semakin intensif melakukan pencairan keberadaan jamaah haji non kuota. Upaya ini dilakukan untuk menekan potensi masalah ketika mereka semuanya masuk ke Armina. Sebab jika tidak didata sebelum masuk Armina, jamaah haji non kuota tidak memiliki tenda untuk menginap.
Menurut Jamil, Kemenag sudah berupaya menekan kasus pemberangkatan jamaah haji non kuota. Jika kasus ini ternyata dilakukan oleh travel haji resmi, maka ancamannya berupa pencabutan izin.(uis/wan/gatot/jpnn/satelitnews)