Delapan Perubahan dalam RUU Ormas
JAKARTA,SNOL Pansus RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) telah menggelar pertemuan konsultasi dengan pihak-pihak terkait guna menyempurnakan RUU tersebut.
Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain menjelaskan, pihaknya melakukan konsultasi dengan pimpinan DPR, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ketua Umum PBNU, pengurus Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, (PGI), pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dan Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI).
“Pansus bersama dengan Kemendagri, Kemenkum HAM, Kemenag, dan Kemensos melakukan beberapa perubahan terkait dengan masukan yang didapat pada lobi sebelumnya,” kata Malik dalam sidang paripurna di gedung DPR Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Malik, pihaknya menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan RUU Ormas. Namun, sudah berupaya secara maksimal untuk menyempurnakan dan menghasilkan RUU yang terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara.
Karenanya, politisi PKB itu berharap agar sidang paripurna dapat menyetujui disahkannya RUU Ormas menjadi UU. Pasalnya, UU No 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
“Semoga forum rapat paripurna ini dapat menyetujui disahkannya RUU Ormnas menjadi undang-undang,” tegas Malik.
Berikut delapan perubahan yang dilakukan Pansus dalam RUU Ormas;
1. Pasal 7, penghilangan kategorisasi bidnag kegiatan. Ketentuan mengenai bidang kegiatan bagi ormas diserahkan pada kebijakan masing-masing ormas, sesuai AD/ART yang dimiliki.
2. Bab IX Pasal 35, keputusan organisasi dihapuskan, karena ketentuan mengenai pengambilan keputusan organisasi merupakan hak masing-masing ormas.
3. Pasal 47 ayat (2) dan ayat (3), penambahan syarat pendirian ormas yang didirikan oleh warga negara asing dan badan hukum asing. Yaitu salah satu jabatan ketua, sekretaris atau bendahara harus dijabat oleh warga negara Indonesia.
4. Pasal 52 huruf (d), perbaikan terkait penjelasan Pasal 53 huruf (d) mengenai kegiatan politik. Sehingga, penjelasannya menjadi yang dimaksud dengan kegiatan politik adalah kegiatan yang mengganggu stabilitas politik dalam negeri, penggalangan dana untuk jabatan politik, atau propaganda politik.
5. Pasal 59 ayat (1) huruf (a), penyempurnaan rumusan menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang negara yang sama dengan bendera atau lambang negara RI menjadi bendera atau lambang ormas.
6. Pasal 59 ayat (5), ketentuan dalam pasal itu digabungkan dalam ketentuan Pasal 60 ayat (2) huruf (d) sehingga rumusannya menjadi ‘melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan’.
7. Pasal 65 ayat (3), dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya.
8. Pasal 83 huruf (b), penghargaan atas ormas tersebut adalah dengan mengakui ormas-ormas tersebut sebagai aset bangsa dan ormas-ormas tersebut tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan UU ini.(ysa/rmol)