2 SDN Disegel Siswa Batal Ujian

SDN Sawah Baru 1 dan 2 serta Kantor Kelurahan Digembok
CIPUTAT,SNOL Persiapan ujian tengah semester ra­tusan pelajar SDN Sawah Baru 1 dan Sawah Baru 2 Ciputat, Kota Tangerang berantakan. Pagar dua sekolah itu digembok, disegel dan dipasangi spanduk oleh sekelompok orang yang mengaku ahli waris Rijin Nuri, pemilik hak atas tanah bangunan milik pemerintah tersebut, Senin (3/3). Selain dua sekolah, ahli waris yang sama juga menyegel kantor Ke­lurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
Peristiwa penyegelan berlangsung pukul 07.00 pagi ketika
ratusan pelajar di SD Sawah Baru I dan Sawah Baru II hendak melaksanakan ujian tengah semester. Para siswa yang datang pun kaget karena mereka tidak bisa memasuki areal sekolah yang terletak di Jalan Cendrawasih Raya, Ke­lurahan Sawah Baru Kecama­tan Ciputat, Kota Tangsel.
“Tadi pagi saya baru sam­pai, tahu-tahu pagar masih digembok, ditambah ada ba­caan ‘disegel’. Padahal kan ini hari pertama ulangan mid semester,” keluh Raihan (11), salah seorang siswa kelas 5 di SDN Sawah Baru 2. Oleh para guru, Raihan dan kawan-kawan kemudian disuruh pu­lang ke rumah masing-mas­ing. Namun sesampainya di rumah, giliran orangtua siswa mempertanyakan kepulan­gan anak-anak mereka yang terlalu cepat. Orangtua siswa selanjutnya mendatangi seko­lah untuk meminta penjelasan guru. Kepala Sekolah SDN Sawah Baru 2, Hardianah berinisiatif memberikan pen­jelasan kepada wali murid.
“Mohon maaf, untuk se­mentara pelaksanaan mid se­mester ditunda. Jika semua beres, besok masuk kembali untuk melaksanakan mid semester,” ujarnya di hada­pan murid dan orangtuanya. Menurut Hardianah, ada 479 murid SDN Sawah Baru 2 dan 317 murid SDN Sawah Baru 1 yang terpaksa harus menunda pelaksanaan ujian mid semesternya.
“Insya Allah besok tetap mid semester, untuk pelaksa­naan di hari Senin, bisa diun­dur ke Senin depan,” ungkap Hardianah.
Sekira pukul 11.00 siang, digelar pertemuan antara Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Kota Tangerang Selatan, Mathoda, Asisten Daerah (Asda) III Nur Slamet, Camat Ciputat Deden Juardi dengan ahli waris. Pertemuan di rumah ahli waris yang ber­jarak rumah 20 meter dari be­lakang gedung sekolah dasar berlantai dua itu berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Kepada perwakilan Pemkot Tangsel, ahli waris yang di­wakili oleh Kholidin, menge­mukakan alasan menyegel bangunan kantor kelurahan dan dua sekolah.
“Kami sudah lama menanya­kan kepastian kapan ganti rugi dibayarkan atas 1268,58 meter persegi yang ditempati bangu­nan sekolah serta 804,04 meter persegi yang di atasnya berdiri kantor kelurahan,” ungkap Kholidin. Dia mengaku su­dah berkali-kali menanyakan dan mengirimkan surat tuntu­tan tersebut kepada kelurahan, kecamatan hingga menyurati Walikota Tangsel selama be­berapa tahun terakhir.
“Tapi tidak ada jawaban,” ucapnya. Oleh karena itu, pihak ahli waris menempuh langkah penyegelan. Kholi­din menjelaskan, bila tuntu­tan ahli waris yakni meminta kepastian hukum, penyelesa­ian masalah, pengakuan serta harga yang pas untuk tanah tersebut tak terpenuhi maka penyegelan akan dilakukan selamanya.
“Kami meminta harga ta­nah itu Rp 3 juta per meter­nya. Jika tidak dijawab dalam satu minggu ini, terpaksa bukan penyegelan lagi yang akan kami lakukan. Melaink­an penembokan dengan batu kali,” tegas Kholidin.
Mendengar pernyataan ahli waris, Asda III Kota Tangsel, Nur Slamet menjamin akan ada jawaban dari Pemkot sebelum jangka waktu satu minggu yang diberikan. Dia berjanji persoalan sengketa tanah tersebut akan ditindak­lanjuti oleh Pemkot Tangsel.
“Pemkot Tangsel tidak bisa membayarkan ganti rugi ses­uai keinginan ahli waris untuk langsung dibayar. Harus ada prosesnya, bisa juga melalui proses pengadilan,” ungkap­nya. Terkait ahli waris yang menginginkan harga Rp 3 juta permeter untuk tanah, Pemkot Tangsel akan menerjunkan tim independen untuk men­gukur ulang dan memberikan harga pasti.
Sementara untuk saat ini, Pemkot Tangsel meminta ahli waris membuka segel yang dipasangnya di tiap pa­gar di 3 bangunan tersebut. Mengingat kegiatan seko­lah tengah mid semester dan adanya pelayanan masyarakat yang dikhawatirkan terken­dala karena aksi penyegelan. Dengan kesepakatan tersebut, akhirnya ahli waris pun mau membuka sendiri gembok dan spanduk penyegelan sekolah dan bangunan kantor kelura­han. (pramita/gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.