Alasan Preman, Kontraktor Nyerah

Tak Bisa Selesaikan Proyek, Dewan Minta Pemkot Beri Sanksi
SETU, SNOL Sejumlah proyek pembangunan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tidak sesuai target. Dari 20 kontraktor yang sedang melaku­kan pekerjaan, baik gedung sekolah maupun pe­merintahan lainnya, enam diantaranya menyerah tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kepala Bidang Bangunan, Dinas Tata Kota Bangu­nan dan Pemukiman (DT­KBP), Muqodas mengatakan, pernyataan sikap ketidaksang­gupan dalam menyelesaikan proyek itu disampaikan para kontraktor saat pertemuan un­tuk membahas progress pem­bangunan yang ada di Tang­sel, Minggu (15/12) lalu.
“Kita setiap minggunya melakukan pembahasan ken­dala apa saja yang dihadapi para kontraktor. Dari rapat tersebut, didapati enam kon­traktor menyatakan sikap dan memprediksi hanya mampu menyelesaikan 70 sampai 80 persen progress pemban­gunanya hingga batas waktu yang sudah ditentukan,” ung­kap Muqodas.
Keenam kontraktor terse­but antara lain PT Surtini Jaya Kencana yang memegang dua proyek pembangunan seko­lah. Yakni SDN Rawa Buntu 1 dengan anggaran senilai Rp 5,8 miliar serta SDN Cabe Ilir 1. Sementara SDN Cabe Ilir 2 yang dikerjakan CV Farhan Banten juga tidak dapat disele­saikan oleh kontraktornya, pa­dahal nilai proyek tersebut Rp 4,9 miliar. “Jika mereka tidak bisa menyelesaikan dan tidak sanggup untuk menyelesaikan, kita blacklist,” tegas Muqhodas dengan nada mengancam.
Dijelaskan Muqodas, hing­ga Senin (16/12), progress pembangunan SD Rawa Bun­tu 1 baru mencapai 30 persen, padahal pada 28 Desember ini proyek dengan anggaran Rp 5,8 miliar itu harus sele­sai. “Saya pastikan untuk SD Rawa Buntu 1 tidak akan se­lesai,” katanya.
Untuk pembangunan SD Ci­lenggang 2, progressnya baru mencapai 60 persen, sedangkan SD Rawa Buntu 3 progressnya sudah 90 persen. “Kalau Rawa Buntu 3 saya optimis ini akan selesai,” katanya.
Sementara untuk 14 kon­traktor lainnya, kata Muqo­das, menyatakan sanggup untuk menyelesaikan sisa proyek sesuai dengan kon­trak mereka masing-masing. “Dan yang tidak bisa menye­lesaikan proyek sudah pasti akan terkena sanksi didenda maksimal 5 persen dari harga proyek yang sudah disepakati, dan juga dicoret oleh Pemkot Tangsel,” tukasnya.
Apa yang menjadi hambatan sehingga para kontraktor tidak bisa mengerjakan proyeknya sesuai target, bahkan harus me­nyerah di angka 70 sampai 80 persen saja?. “Ada dua alasan utama. Yakni permasalahan lingkungan yang menghambat, seperti begitu dapat kontrak tidak bisa langsung dikerjakan karena adanya gangguan pre­man atau LSM dari lingkun­gan sekitar,” ujarnya.
Kemudian, penyebab lain­nya adalah desain yang sebe­lumnya sudah disepakati ternyata tidak sesuai dan har­us menyusun kembali, serta menyesuaikan kondisi ling­kungan.
Pekerja Mogok
Dari pantauan Satelit News, di SDN Rawa Buntu 1, Ser­pong, para buruh bangunan yang tadinya berjumlah 20 orang lebih, kini berkurang tinggal 16 orang. Sisanya, mereka pulang ke kampung halaman karena tidak kun­jung dibayar oleh kontrak­tor mereka. “Seharusnya dua minggu sekali digaji sekitar Rp 2 jutaan, tapi ini sudah 3 minggu belum digaji juga,” ungkap Wahwi (35), pekerja asal Demak, Jawa Tengah.
Wahwi yang tetap bertahan juga harus menanggung resiko karena kini nasibnya terlunta-lunta akibat tidak ada peker­jaan apapun lantaran proyek bangunan terhenti. Apalagi, utang makan di warung depan proyek pembangunan sekolah tersebut, sudah harus distop dan tidak boleh ngutang lagi. “Karena kami terus kasbon buat makan. Padahal itu sebe­narnya tanggung jawab man­dor kami,” kata Wahwi.
Dia mengatakan, gaji mer­eka yang tak kunjung dibayar ini dikarenakan belum cairnya uang anggaran pembangunan sekolah ini. “Kata mandornya sih belum dibayar, jadi kita belum dibayar juga,” tutur Wahwi polos.
Padahal, setiap pengawas dari Pemkot Tangsel datang ke lokasi pembangunan dan menanyakan gaji mereka yang tak kunjung dibayar, pengawas tersebut selalu mengungkapkan sudah di­lakukan pembayaran. “Mer­eka malah bilang, minta saja ke mandornya. Orang sudah kami bayar kok,” kata Wahwi menirukan ucapan pengawas proyek dari Pemkot.
Harus Dievaluasi
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Islam Neg­eri (UIN) Syarif Hidayatul­lah Ciputat, Djaka Bad­ranaya mengatakan, Pemkot Tangerang harus segera men­gevaluasi secara komprehensif terkait tidak selesainya pem­bangunan tersebut. Ketidak­sanggupan kontraktor untuk mengerjakan proyek bisa saja karena penunjukan kontrak­tor yang tidak berdasarkan kompetensi dan sesuai den­gan prosedur. “Harus dicek kembali, apakah penunjukan kontraktor ini bermasalah. Apakah terjadi jual beli SPK. Sehingga sebabkan harganya jadi rendah,” ungkap Djaka saat dihubungi Satelit News kemarin.
Sementara itu, Ketua Komi­si IV DPRD Kota Tangsel, Gacho Sunarso mendesak Pemkot agar segera mem-blacklist para kontraktor na­kal yang tidak bisa mengerja­kan proyeknya sesuai dengan target yang telah disepakati. “Bila perlu jangan hanya pe­rusahaannya, orangnya juga. Karena bisa jadi perusahaan dicoret, tapi orangnya bisa buka perusahaan dengan nama berbeda,” kata Gacho dengan nada geram.
Menurut politisi Partai Dmeokrat ini, yang menjadi korban terbengkalainya pem­bangunan terutama sekolah bukanlah pemerintahannya, melainkan siswa dan guru yang sekolahnya dibangun. “Kasihan mereka, jadi korban atas semua ini,” tukasnya.
Dia meminta agar pemkot berhati-hati dan lebih selektif lagi memilih kontraktor yang ditunjuk untuk membangun berbagai proyek. “Nanti malah enggak selesai-selesai lagi pem­bangunan di Kota Tangsel,” tandasnya. (pramita/deddy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.