KPK Periksa Sekpri dan Ajudan Atut

SERANG, SNOL Komisi Pemeriksaan Korupsi (KPK) terus melakukan pemer­iksaan terhadap pihak-pihak yang memi­liki keterlibatan dalam kasus dugaan suap yang telah menetapkan Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan. Kemarin, Kamis (31/10) KPK memer­iksa dua orang saksi untuk tersangka Wawan. Kedua orang tersebut adalah mantan ajudan Atut yang saat ini men­jabat sebagai Kepala Sub Bagian (Ka­subag) Tata Usaha (TU) Pimpinan pada Biro Umum, Risa Martina, dan sekretaris pribadi (Sekpri) Atut, Linda Agustina.
Juru bicara KPK, Johan Budi, saat di­hubungi melalui telpon genggamnya, Kamis (31/10) membenarkan pemer­iksaan dua orang dekat Atut tersebut. “Sekarang pemeriksaan masih berlang­sung. Mereka itu, diperiksa jam 09. 30 WIB,” kata Johan saat dihubungi pukul 15.30 WIB.
Dia menjelaskan, sejak Wawan ditetapkan dan ditahan oleh KPK, su­dah ada 10 orang saksi yang dimintai keterangan untuk melengkapi proses penyidikan. “Dengan yang dua orang ini sudah ada 10, tapi siapa-siapanya saya lupa lagi,” ungkapnya.
Pemeriksaan saksi lainnya, kata Johan, akan dilakukan penyidik setelah melihat ka­sus perkasus dari keterangan yang didapat. Untuk saksi lainnya seperti Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Mu­hadi belum dijadwalkan. Na­mun tidak menutup kemung­kinan akan dipanggil. “Daftar yang saya terima nama Sekda Banten belum ada, tapi bisa saja kalau diperlukan akan kita panggil,” ungkapnya.
Informasi yang diterima, de­lapan orang lainnya yang te­lah diperiksa KPK diantaran­ya, Yayah Rodiah, Dadang Prijatna, Muhamad Awaludin, Farid Mursyid, Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah, Agah, Walikota Serang yang juga adik tiri Atut, Haerul Jaman.
Sejak Wawan ditetapkan sebagai tersangka, KPK su­dah mencekal sejumlah saksi dalam kasus suap diantaran­ya, Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan tiga orang kepercayaan Wawan dian­taranya, Yayah Ridiah, Dada­ng Prijatna dan Muhammad Awaludin. Selain dua ajudan Atut, KPK juga memeriksa dua wiraswasta, yaitu Ade Yunus dan Danny Ghandam.
Pada bagian lain, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung kem­bali mendesak DPP PG me­nentukan sikap atas persoalan hukum yang dihadapi Ketua DPD Golkar Banten, Ratu Atut Chosyiah, yang dicegah ke luar negeri oleh KPK. Ak­bar menegaskan, dirinya tidak pernah meminta Atut untuk mundur dari jabatan politis­nya, namun dia meminta DPP PG mengambil sikap yang jelas terhadap peristiwa yang belakangan terjadi.
“Dia kan Ketua DPP PG, perlu ada satu sikap. Apakah sepenuhnya kita serahkan pada mekanisme hukum atau apa,” kata Akbar di Gedung Parle­men, Jakarta, Kamis (31/10).
Menurut politisi senior Par­tai Golkar itu, isu seputar di­nasti Atut sudah begitu menin­gkat. Karena itu dia mendesak DPP PG membahas masalah Atut ini di internal partai agar tidak sampai berdampak pada partai Golkar. “Terus terang saya tidak bisa katakan Atut itu tidak salah, kan pasti ada sesuatu. PG perlu bicarakan secara internal. Banten kan basis Golkar,” tegas mantan Ketum PG itu.
Saat ditanya soal sanksi apa yang bisa diberikan oleh partai kepada Atut, Akbar tidak mau membeberkan karena dia akan menyampaikan persoalan ini di internal PG. “Oleh karena itu saudara Aburizal (Bakrie) adakan pertemuan untuk ba­has segala peristiwa yang be­lakang terjadi,” pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam dugaan suap terkait pengu­rusan Pilkada Lebak Banten, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditetap­kan bersama-sama dengan STA (Susi Tur Andayani) seorang advokat selaku pen­erima suap. Keduanya diduga melanggar Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat (2) UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain Akil dan Susi, ditetapkan juga Tubagus Cha­eri Wardana (TCW) sebagai tersangka. TCW diduga me­langgar Pasal 6 Ayat (1) hu­ruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam kasus ini, KPK menyita ba­rang bukti berupa uang peca­han Rp50.000 dan Rp100.000 dalam travel bag biru dengan total keseluruhan Rp 1 miliar. (rus/fat/igo/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.