90 Persen Pemenang Pilkada Orang Kaya

Alirman Sori: Suara Terbanyak Bikin Etnis Minang Tergoncang
JAKARTA,SNOL Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Alirman Sori mengatakan, sistem demokrasi yang berpandangan suara terbanyak adalah sebuah kebenaran dan memberlakukan asas one man one vote cukup menggoncangkan psikologi politik etnis masyarakat Minangkabau.
“Secara psikologis, paham demokrasi yang berpandangan suara terbanyak adalah kebenaran dan memberlakukan asas one man one vote, awalnya cukup mendatangkan kegoncangan masyarakat Minangkabau,” kata Alirman Sori, dalam diskusi “Politik dan Budaya Demokrasi” di gedung DPD, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu, (23/10).
Kegoncangan psikologis politik itu menurut Alirman Sori, disebabkan karena selama ini etnis Minang sudah terbiasa dengan asas musyawarah untuk mufakat, sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila. Artinya menurut Alirman, etnis Minang lebih mengedepankan aspek adu argumentasi secara arif untuk mengambil sebuah keputusan.
“Asas politik one man one vote yang saat ini dijadikan sebuah budaya oleh elit partai politik mendorong rakyat untuk melakukan politik transaksional. Saya melihat, ini sudah terjadi perubahan budaya politik yang sangat signifikan dan kita tercerabut dari nilai-nilai budaya lokal yang sudah membentuk NKRI ini,” kata anggota DPD asal Sumatera Barat itu.
Demikian juga halnya dengan wacana pemerintah yang akan mengembalikan Pilkada kepada DPRD. Menurut Alirman Sori, tidak ada jaminan bahwa Pilkada oleh DPRD tidak akan terjadi transaksional dibalik itu.
“Kalau ingin memperbaiki kualitas demokrasi, kita harus memiliki sikap, nilai dan keyakinan yang jelas tentang makna demokrasi itu. Pemerintah bersama partai politik mestinya membenahi sektor budaya politik ini dengan cara memberi ruang yang cukup bagi berbagain kearifan lokal yang ada,” sarannya.
Kalau budaya politik tidak dibenahi terlebih dahulu, sulit bagi kita untuk berubah. “Transaksional politik itu yang menciptakan elit dan sumber konflik itu elit partai politik,” tegas mantan Ketua DPRD Kabupaten Pesisir Selatan itu.
Dikatakannya, akibat transaksional politik hanya sekitar 10 persen saja kepala daerah yang berasal dari kader partai politik. Sisanya 90 persen kepala daerah berasal dari orang berduit. (fas/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.