Diduga Palsukan Surat, Pengusaha Tekstil Terancam 7 Tahun
TANGERANG, SNOL—Pengusaha warga Jl. Pluit Mas Selatan V1-Blok Q, Jakarta Utara, Ng Jok Pin alias Apin, terancam hukuman penjara selama tujuh tahun lantaran diduga membuat surat palsu dan keterangan palsu terkait perpanjangan izin yang dikeluarkan Direktorat Jenderal (Dirjen) Hak Cipta Paten dan Merek pada Departemen Kehakiman (Kementerian Hukum dan HAM) atas produksi tekstil bermerek dan berlogo Maxima.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang diketuai Ferdinandus B, SH, MH, dalam putusan selanya pada Senin (2/9) lalu, menyatakan, dakwaan jaksa sudah sesuai ketentuan hukum acara sehingga proses persidangan dapat dilanjutkan untuk pemeriksaan bukti-bukti, saksi-saksi dan terdakwa.
Dugaan pelanggaran tindak pidana itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Sriyati Sanjaya, SH dalam persidangan yang di gelar Senin pekan lalu.
Menurut dakwaan JPU Sriyati Sanjaya, perbuatan itu terungkap setelah terdakwa Ng Jok Pin alias Apin memasang iklan di salah satu surat kabar nasional edisi 17 November 2005 yang isinya mengingatkan pihak PT Binatama Kreasi Busana (BKB) agar tidak lagi menggunakan merek Maxima beserta logonya untuk seluruh produksi tekstil.
Peringatan itu menyusul telah terjadinya pengalihan kepemilikan atas merek Maxima beserta logo, atau barang/jasa kelas 24 berupa produk tekstil yang terdaftar bernomor 344571 pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Hak Cipta Paten dan Merek pada Departemen Kehakiman (Kementerian Hukum dan HAM), dari pemilik awal Tatang Regi kepada Ng Jok Pin alias Apin.
Perubahan status hukum itu, jelas jaksa, berdasarkan Akta Pengalihan Hak tertanggal 20 September 2005, Surat Pernyataan atas nama Ng Jok Pin alias Apin tertanggal 29 Agustus 2005 dan Surat Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu atas Merek terdaftar Maxima beserta logonya tertanggal 30 Agustus 2005 yang diajukan oleh terdakwa.
“Untuk mengetahui kebenaran iklan itu, pihak PT BKB melakukan pengecekan ke Dirjen Hak Cipta dan Paten. Ternyata benar, terhitung 29 Agustus 2005 pemilik merek dan logo Maxima adalah terdakwa, bukan lagi Tatang Regi. Untuk itu pihak PT BKB kemudian menghentikan kegiatan produksi, dan menarik seluruh produk tekstil itu dari seluruh Indonesia. Akibatnya PT BKB menderita kerugian senilai Rp 8 miliar,” papar Sriyati Sanjaya dalam persidangan.
Ditambahkan jaksa, pengalihan status hukum dari pemilik awal merek dan logo Maxima, Tatang Regi, kepada Ng Jok Pin alias Apin tertuang pada Akta Penyerahan dan Pemindahan Hak (cessie) No. 1 pada 15 September 2005. Nilai kompensasinya sekitar Rp 60 juta.
“Namun begitu, saksi Tatang Regi tidak mengetahui serta tidak pernah memberi kuasa kepada terdakwa untuk membuat surat pernyataan perihal perpanjangan izin merek dan logo Maxima. Saksi juga tak pernah menandatangani Akta Pengalihan Hak tertanggal 20 September 2005 yang dibuat terdakwa,” ungkap jaksa.
Dengan demikian, terang jaksa, surat yang dibuat terdakwa terkait perpanjangan izin penggunaan merek dan logo Maxima dapat diduga palsu. Sebab, sebagaimana pengakuan saksi Tatang Regi, bahwa tanda tangan yang tertera di dalam Akta Pengalihan Hak tersebut tidak sesuai dengan yang ada di KTP miliknya.
Menurut JPU, ketidakbenaran tanda tangan Tatang Regi itu diperkuat oleh hasil pemeriksaan Laboratorim Kriminalistik Mabes Polri No. Lab: 1163/DTF/2013, dimana disebutkan bahwa tanda tangan di dalam surat perpanjangan izin penggunaan merek dan logo Maxima non-identik dengan aslinya.
“Sesuai keterangan saksi Tatang Regi, pihaknya tak pernah membuat akta itu, apalagi menandatanganinya. Atas perbuatan tersebut, terdakwa dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 263 ayat (1) serta pasal 266 ayat (1) KUH Pidana,” kata JPU Sriyati Sanjaya. (bud/deddy/bnn)