Kedelai Kian Mahal, Petani Curhat Via SMS ke SBY
TASIK,SNOL Para perajin tahu Tasikmalaya mengadukan mahalnya harga kedelai ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pengaduan tersebut disampaikan melalui pesan singkat atau SMS.
Koordinator perajin tahu Tasikmalaya Hendriana berharap SBY bisa mencari jalan keluar harga kedelai yang kini mencapai Rp 9.750 dari asalnya Rp 7.250/kg.
“Saya mewakili perajin tahu merasa perlu mengadu ke beliau (SBY) agar bisa mencari solusi mahalnya harga kedelai,” ujarnya saat ditemui Radar (grup JPNN) di kediamannya, Minggu (1/9).
Hendriana menyampaikan keluhan ke nomor 08111099xxx. Isi SMS yang Hendriana kirim yaitu, “Siang Pak, saya perajin Tasikmalaya meminta bapak untuk bisa menurunkan hargai kedelai yang sudah mencekik kami (perajin).”
Dia mengaku mendapatkan nomor tersebut dari temannya di Jakarta. “Saya dapat nomor Presiden RI dari teman saya di Jakarta yang bekerja di Istana Negara,” tuturnya.
Menurutnya, Presiden SBY harus segera mencari jalan keluar atas harga kedelai yang mahal. Sebab jika harga kedelain tidak turun lagi, maka bisa pastikan para perajin tahu dan tempe akan bangkrut. “Rencananya kita pada tanggal 5 September akan berunjuk rasa di Tasikmalaya, kemudian berangkat ke Jakarta,” ungkapnya.
Dia pun bersama-sama perajin Tasikmalaya. Berencana melakukan aksi unjuk rasa ke Pemerintah Kota Tasikmalaya maupun pusat. Tujuannya, supaya solusi tingginya harga kedelai bisa tertangani. “Saya harap ada solusi dari mahalnya harga kedelai ini,” tuturnya.
Sebelumnnya, hampir setengah dari perajin tahu di Kampung Nagrog Kelurahan Indihiang berhenti memproduksi tahu. Terutama mereka yang produksinya sedikit di bawah setengah kwintal. Sementara bagi para perajin yang hingga kini masih membuat tahu, mereka terpaksa mengurangi produksi, lantaran harga kedelai naik.
“Di sini (Nagrog) hampir 80 persen warganya buat tahu. Sejak Lebaran kedelai terus naik tiap hari, makanya sekarang 60 persenan perajin sudah berhenti. Apalagi yang hanya buat sepuluh 20 kilo mah,” ungkap perajin tahu Nagrog, Alan Gunalan (43).
Tidak hanya tahu, pengrajin tempe di Ampera pun mengeluhkan hal yang sama. Koko Sudrajat (55) mengaku terpaksa memperkecil lagi ukuran tempe, karena kedelai untuk tempe juga mengalami kenaikan menjadi Rp 8.800 perkilogramnya.
Produksinya juga menurun dari 1,9 kwintal menjadi 1,6 kwintal sehari. ”Kedelai untuk tahu dan tempe kan beda. Makanya saya juga agak berat ini, tapi produksi kita tetap asli tidak menggunakan bahan campuran meskipun kedelai naik. Itu sudah ciri khas tempe Ampera,” jelasnya. (kim/pee/jpnn)