100 Kasus Penyiksaan Terjadi Sejak Juni 2012

JAKARTA,SNOL Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) mencatat terdapat 100 kasus penyiksaan yang terjadi Indonesia selama periode Juni 2012 hingga Juli 2013.
Catatan ini dihimpun dan disampaikan dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional pada 26 Juni lalu.
Dari 100 kasus penyiksaan itu terdapat 15 orang meninggal, 204 luka dan sebanyak 6 orang mengalami tindakan lain seperti kejahatan seksual dan di tahanan tanpa perawatan medis.
“Jumlah ini kami himpun dari berbagai pihak, seperti korban, keluarga, saksi hingga media massa. KontraS sendiri menerima sekitar 17 laporan kasus penyiksaan,” ujar Koordinator KontraS Haris Azhar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, (28/6).
Haris menduga, sebenarnya jumlah kasus penyiksaan di Indonesia pasti lebih banyak dibanding yang dihitung lembaganya. Namun, kurangnya keterbukaan informasi dan ketakutan warga untuk mengungkapkan fakta dan peristiwa mengakibatkan tidak banyak orang yang berani melaporkan ke lembaga-lembaga terkait.
Jumlah kasus itu sendiri, tutur Haris, tidak jauh berbeda dengan hasil pemantauan KontraS tahun 2012. Ada 243 orang menjadi korban dari 86 praktek penyiksaan. Kebanyakan pelaku penyiksaan, kata dia, berasal dari institusi kepolisian, TNI maupun sipir tahanan.
Salah satunya ia mencontohkan kasus penyiksaan di Polsek Sabu Barat, NTT 14 Agustus 2012. 17 orang warga Dusun Mapipa ditangkap  dengan tuduhan membunuh seorang bernama Bernadus Djawa. Selama proses pemeriksaan mereka disiksa dan dipaksa mengakui pembunuhan yang disangkakan selama 120 hari.
Mereka ditelanjangi, ditempatkan dalam ruangan berukuran 3×2,5, menerima pemukulan dengan tangan kosong maupun alat, tidak diberikan makan dan minum serta disiram air laut pada luka di tubuh mereka. Setelah disiksa sedemikian rupa, mereka dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
“Ini menunjukkan masih absennya penegakan hukum yang jujur dan adil terhadap pelaku penyiksaan,” tegas Haris.
Jika kasus-kasus demikian terus dibiarkan, ungkap Haris, bukan tidak mungkin pelaku penyiksaan terus melakukan aksi yang sama. Ia berharap pemerintah serius melihat dan menindak aksi-aksi penyiksaan terutama oleh oknum aparat itu. (flo/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.