Presiden Bisa Stop Kampanye Pejabat Negara
JAKARTA,SNOL Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2013 yang mengatur pelaksanaan cuti pejabat negara dalam kampanye Pileg maupun Pilpres.
Dengan aturan itu, pejabat negara mulai dari tingkat bupati/wali kota, gubernur, menteri hingga presiden ataupun wakil presiden, dimungkinkan cuti selama dua hari dalam sepekan untuk kampanye. Hanya saja, Presiden dengan alasan kenegaraan bisa memanggil pejabat yang cuti untuk kampanye.
“Dengan itu (PP 18 Tahun 2013, red) maka hak setiap menteri yang dari parpol untuk kemudian menjalankan tugas partai sejauh tidak bertentangan dengan waktu yang didedikasikan, dapat dilaksanakan,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Julian menyebutkan, dalam Pasal 5 PP itu diatur bahwa pejabat negara mulai dari presiden hingga bupati/wali kota yang berasal dari partai politik mempunyai hak untuk kampanye di pemilu. Sedangkan pejabat negara yang bukan berasal dari partai politik tetap dapat melaksanakan kampanye pemilu apabila berstatus sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, anggota tim kampanye, atau pelaksana kampanye Pilpres.
Pada pasal 8 PP ini juga disebutkan, pejabat negara dalam melaksanakan kampanye pemilu tidak boleh menggunakan fasilitas negara kecuali ditentukan oleh Undang-Undang.
Mengenai mekanisme permintaan cuti, kata Julian, prosedurnya berbeda-beda karena tergantung tingkatan pejabat negara di jajaran eksekutif. Untuk menteri dan pejabat setingkat menteri, cuti diajukan ke Presiden. Sedangkan untuk gubernur dan wakil gubernur, izin cuti disampaikan ke Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Presiden.
Sementara untuk bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil walikota, izin cuti kampanye dapat diajukan kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. “Permintaan cuti diajukan paling lambat 12 hari kerja sebelum pelaksanaan kampanye pemilu, dan diselesaikan paling lambat empat hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan sesuai dengan, kata Julian merujuk Pasal 9 Ayat (3) dan (4) PP itu.
Menurut PP ini, menteri dan pejabat setingkat menteri yang berasal dari partai politik dapat meminta dan memperoleh cuti untuk kampanye pemilu anggota DPR dan DPRD. Sementara menteri dan pejabat setingkat menteri yang bukan dari partai politik dapat meminta dan memperoleh cuti untuk kampanye pemilu anggota DPD apabila berstatus sebagai calon anggota DPD.
“Menteri Sekretaris Negara memproses pengajuan izin cuti para menteri dan pejabat setingkat menteri untuk melaksanakan kampanye pemilu dan melaporkannya kepada Presiden, serta menyampaikan persetujuan pemberian cuti yang kepada yang bersangkatan dan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) paling lambat empat hari sebelum pelaksanaan kampanye pemilu,” beber Julian.
Meski demikian ia juga mengingatkan bahwa sesuai Pasal 17 beleid itu, jika terdapat tugas pemerintahan yang mendesak dan harus diselesaikan, Presiden dapat memanggil menteri dan pejabat setingkat menteri yang sedang melakukan kampanye Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Tugas dan kewajiban pejabat negara, tutur dia, tidak boleh tindih dengan kepentingan parpolnya.
“Memang tidak boleh tumpang tindih sebagaimana arahan Bapak Presiden para menteri harus tetap memprioritaskan waktunya buat negara bahwa ada waktu yang diberikan kepada partai sah-sah saja itu ada waktu khusus dan tidak akan mengganggu,” pungkas Julian. (flo/jpnn)