Buka Puasa dengan Kari Ayam dan Sambal Terong di London

Ada ribuan muslim asal Indonesia di London. Saat Ramadan, mereka sering menyelenggarakan acara buka puasa bersama. Mereka juga tengah berjuang untuk bisa memiliki gedung permanen untuk Indonesian Islamic Centre di London.
Dute Besar (Dubes) Indonesia untuk United Kingdom Tengku Muhammad Hamzah Tayeb mengatakan, warga Indonesia yang tinggal di ibu kota Inggris mencapai 8 ribu lebih. Mayoritas muslim. Karena itu, selama bulan Ramadan, acara ngumpul warga Indonesia cukup sering dilakukan. Terutama saat buka bersama, Tarawih, dan halalbihalal.
Di gedung kedutaan Indonesia di London setiap Sabtu sore diselenggarakan pengajian dan acara buka bersama. Acara itu diikuti sekitar 300 orang. Mereka tidak hanya datang dari dalam Kota London. Banyak juga yang dari kota-kota sekitar.
“Sebelum buka puasa, biasanya kita dahului dengan pengajian. Tidak hanya untuk siraman rohani, acara seperti ini bisa mempererat persaudaraan sesama warga Indonesia. Juga, untuk mengurangi rasa kangen kampung halaman,” kata Dubes Hamzah saat ditemui Jawa Pos di sela-sela buka bersama pada Sabtu (28/7).
Menu yang disajikan memang Indonesia banget. Untuk takjil, ada kolak kolang-kaling dan es labu. Sedangkan untuk menu utamanya, ada kari ayam. Bagi anak-anak, ngabuburitnya cukup istimewa. Yaitu, bermain dan bergurau dengan temannya dalam bahasa Indonesia. Selama di rumah atau sekolah, mereka hampir selalu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Zeynita Gibbons, warga Indonesia yang bersuami warga Inggris, menyatakan tidak mengalami masalah dalam menjalankan puasa di Inggris. Termasuk saat ini, ketika Ramadan tiba bersamaan dengan musim panas yang membuat siang hari lebih panjang daripada malam. Dari subuh sampai magrib, waktunya mencapai 18 jam. Bandingkan dengan di Indonesia yang hanya 14 jam. “Kalau dibandingkan dengan di Indonesia tidak lebih berat kok rasanya. Mungkin karena di sini lebih sejuk ya udaranya,” kata Ita, panggilan akrab Zeynita Gibbons, yang sudah tinggal di London 12 tahun itu.
Selain buka puasa yang diselenggarakan kedutaan, ada acara buka puasa bersama yang diselenggarakan Indonesian Islamic Centre (IIC) London. Agar tidak bertabrakan dengan acara buka puasa yang diadakan kedutaan, acara buka puasa bersama IIC diselenggarakan setiap Selasa dan Rabu. Dimulai pukul 17.00, rangkaian buka puasa diawali dengan pengajian.
Di buka bersama IIC pun, menu buka puasanya khas kampung halaman. Kolak pisang menjadi hidangan takjil. Lalu, hidangan utamanya nasi kari ayam dan kambing plus sambal terong yang istimewa. Jarang di London warga Indonesia bisa menyantap menu sambal pedas yang bisa bikin keringat bercucuran.
Ketua IIC Memet Purnama Hasan menyatakan, selama bulan Ramadan, acara ngumpul-ngumpul warga muslim semakin banyak dilakukan. Tempat yang kurang memadai tidak mengurangi kesan dan kekhusyukan acara itu.
“Sejak 2003 kami menempati rumah ini untuk aktivitas IIC. Saat ini kami sedang mengupayakan untuk memiliki gedung IIC yang permanen dan lebih luas agar lebih nyaman untuk berkegiatan,” tutur Memet.
IIC sebenarnya belum mendapatkan izin untuk menggunakan bangunan di kawasan Colindale itu sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan organisasi keagamaan. Saat mengajukan izin pada 2003, instansi berwenang di London tidak memberikan izin untuk pendirian IIC. Tetapi, kegiatan IIC bisa berjalan di rumah tersebut lantaran memperoleh izin dari para tetangga.
“Kami minta izin kepada tetangga karena akan melakukan kegiatan keagamaan di sini. Meski tidak terlalu berisik, itu harus dilakukan. Terkait dengan parkir, misalnya, kendaraan kami kan makan jalan,” jelas Memet.
Saat ini IIC tengah berusaha untuk memiliki gedung sendiri. Dana sumbangan dari warga muslim di Indonesia menjadi andalan untuk mewujudkannya. Mereka juga menjalin kerja sama dengan organisasi Islam dari negara lain.
“Kira-kira kami butuh 1,25 juta pounds untuk membangun gedung permanen. Gedung yang kami pakai sekarang kalau dijual kira-kira akan laku 350 ribu pounds,” jelas Memet.
Soal kehidupan muslim di London, Memet menyatakan, tidak ada masalah yang berarti untuk beribadah. Ketika 2005 negara-negara Eropa barat melarang penggunaan jilbab, Inggris tidak melakukannya.
“Menurut pemerintah Inggris saat itu, jilbab adalah aksesori keagamaan yang bisa digunakan oleh semua muslim. Sama halnya dengan umat Kristen boleh menggunakan salib,” ujar Memet.(nanang-dite/c10/ari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.