Laporan Kasus KDRT di Tangsel Meningkat 3 Kali Lipat
SETU,SNOL Pengaduan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Tangsel mulai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2012, terdapat 34 kasus KDRT dari Januari- Juni 2012.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangerang Selatan (Tangsel) Siti Chodijah, selepas audensi bersama dengan Pusat Advokasi Hukum dan HAM (Paham Indonesia) dan Dompet Duafa, di Kantor DPRD Tangsel, Kamis (26/7).
“Fenomena KDRT seperti gunung es, karena sedikit sekali yang mau melapor terkait kasus ini. Namun alhamdulilah di tahun ini sudah banyak masyarakat yang melaporkan kasus KDRT terlihat dari peningkatan dari tahun 2011 lalu,”ungkap Politisi PKS ini.
Siti menjelaskan, di 2010, pelapor atau laporan terkait KDRT ke Polres Tigaraksa sebanyak 11 kasus. Angka itu menurun di 2011 dengan 6 kasus. Sedangkan di 2012, terdapat 34 kasus. Tren peningkatan menunjukan fenomena gunung es sudah mencair. Meningkatnya data kekerasan ini, menunjukkan korban sudah berani melaporkan KDRT ke lembaga pengaduan yang ada di Tangsel, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Ketua Pusat Advokasi Hukum dan HAM (Paham Indonesia), Sabaruddin mengatakan, meningkatnya KDRT salah satunya akibat diberlakunya Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
“UU No 23 Tahun 2004 ini memang terbilang baru, sehingga kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya pun belum terlalu menjiwai spirit dan subtansinya,” katanya usai audensi dengan DPRD Kota Tangsel. Dari angka kasus kekerasan dalam keluarga yang tercatat di Polres Tangerang sejak bulan Januari hingga Mei 2012, persentase peningkatan terjadi dalam setiap bulannya.
Secara keseluruhan, kasus KDRT yang terjadi sebanyak 31 pelapor, lima kasus diantaranya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri dan dianggap memenuhi syarat penuntutan atau yang sering disebut dengan istilah P21.
Tapi, lanjut dia, sisanya 20 berkas kasus tindak tersebut, terpaksa dihentikan akibat sejumlah alasan yang sebagian besar tidak cukup bukti atau pihak pelapor melakukan penarikan pengaduan.
“Yang dihentikan penyidikannya cenderung pada kasus yang berhasil dimediasi di tingkat penyidik dan antara pengadu dengan teradu bisa didamaikan serta kembali rujuk,” katanya. (irm/bnn)