Mengenal Shannon Canamara (16), Peraihi Perak Olimpiade Internasional
Shannon Canamara (16). Ya, dari namanya saja memang unik, seunik prestasinya di kancah dunia sains level internasional. Siswi kelas satu SMA Santa Laurensia Alam Sutera Serpong ini terakhir kalinya sukses memboyong medali di olimpiade sains di Belanda.
Shannon, begitulah panggilan remaja puteri kelahiran 1996 itu. Dia mengaku sudah menyukai pelajaran IPA sejak kecil, terutama untuk Matematika. Sejak duduk di bangku SD Shannon sudah menyukainya. “Buku bacaan waktu aku kecilpun Ensiklopedia, orangtua ku yang membelikan,” kata Shannon.
Beranjak SMP, remaja berkulit putih ini mulai menyukai mata pelajaran Fisika dan Biologi, cabang ilmu pengetahuan alam lainnya. Merasa diri sangat menyukai bidang sains, Shannon memberanikan diri mengikuti berbagai macam perlombaan di tingkat daerah, nasional, hingga international.
Sebut saja lomba MIPA Nasional, IRO (International Robotic Olympiade), INAYS (Indonesians Young Scientist), hingga International Conference of Young Scientist (ICYS). “Dalam INAYS tahun lalu, aku berhasil menyabet medali emas,” kata Shannon berbinar.
Dari sana, dia pun dikirim untuk mengikuti ICYS yang baru saja berlangsung pada 15-23 April 2012 di Nijmegen, Belanda. Dalam ajang tersebut, anak dari pasangan Aan Kurniawan dan Misnawati ini berhasil meraih medali perak. Hebatnya Shannon mampu mengalahkan pelajar lain dari 22 negara maju yang mengikuti ICYS.
Mulai dari negara Asia seperti Thailand, Malaysia, Korea. Dan negara Eropa, seperti Rusia, Jerman, dan Ukrania yang mengikuti perlombaan ini. “Walaupun medali perak, rasa senang dan bangganya luar biasa, karena ini pertama kalinya aku ikutan ICYS,” kata Shannon.
Dalam lomba karya ilmiah pelajar tersebut Shannon mengikuti kategori Fisika Terapan. Ia mempresentasikan karyanya yang ber judul “Plastic Bamboo Composite: At Peace with Waste.
Shannon menjelaskan, hasil karya tersebut keluar dari idenya sendiri. “Aku mulai meriset karya ini sejak September tahun lalu,” akunya. Sampah-sampah plastik yang berjenis Polipropilen, dipilihnya karena polipropilen jenis plastik yang paling dominan kita temuin di lingkungan sekitar.
Setelah dikombinasikan dengan bambu lokal Indonesia, digabungin jadi satu bentuk komposit, yang bisa jadi bahan panel bangunan sehingga bisa jadi bahan peredam suara. Siswa yang tinggal di Giri Loka ini mengaku, ingin menjadi peneliti di bidang nano teknologi untuk fisika terapan. “Aku lebih suka fisika terapan dari pada teori. Fisika digunakan banyak di teknologi dan teknologi berguna bagi dunia. Teknologi dapat mengubah sesuatu yang kecil menjadi besar,” kata Shannon.(pramita/susilo)