Anak Bebas Belajar dan Berekspresi

Bagi Hinggi Safaranti Putratriana (33) Marketing Communication Manager WTC Matahari, mendidik anak-anaknya yang masih berusia 2 tahun dan 9 bulan memang perlu kesabaran dan kebijaksanaan. Guna membentuk karakter kemandirian, wanita karir ini lebih memilih membebaskan buah hatinya untuk belajar mengenal lingkungan dan berekspresi.
Sebagai wanita yang kreatif dan memiliki karir, istri dari Redy Pramanjaya ini selalu menyeimbangkan urusan rumah tangga dan pekerjaannya. Terlebih anaknya masih membutuhkan perhatian dan bimbingan dari orangtua. Pasangan suami istri Hinggi dan Redy dikaruani dua orang anak, yakni Arletta Riasi Eranya (2,5 tahun) dan Nadi Jaya Nagara (9 bulan).
“Di usia seperti anak-anak saya ini, saya lebih membiarkan mereka untuk belajar dan berekspresi. Mulai di dalam rumah hingga di lingkungan tempatnya bermain. Biarkan itu menjadi pengalaman mereka. Anak-anak seusia mereka jangan terlalu banyak dilarang,” ucap Hinggi.
Warga Serpong Park, Blok BV Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ini menilai, membatasi anak untuk belajar dan berkreasi akan menghambat perkembangan otak anak. “Banyak dilarang justru akan membuat anak menjadi kurang kreatif. Orangtua harus menyadari hal ini agar perkembangan anak menjadi optimal,” jelas Hinggi.
Membebaskan anak untuk belajar dan berekspresi di bawah usia lima tahun juga akan berdampak pada kemandirian anak. Tentunya hal ini juga harus seiring dengan pengajaran kedisiplinan pada anak. Sebagai contoh kata Hinggi, seperti kedisiplinan jam tidur dan waktu makan. “Di mulai dari hal-hak yang kecil dulu,” imbuhnya.
Dalam mendidik anak di usia 2,5 tahun, Hinggi tidak menunjukkan sikap selalu memenuhi kebutuhan anak. Menurutnya, saat anak marah atau manja perlu pengarahan dari orang tua. “Peran orang tua dalam menjelaskan setiap persoalan sangat penting. Arahkan pelan-pelan ke hal yang dianggap baik oleh orangtua. Kalau anak marah ya saya dan suami coba redam dulu,” tukasnya.
Wanita dengan gelar S1 Komunikasi Universitas Atmajaya Yogyakarta ini mengaku paling anti dengan sikap keras terhadap anak-anaknya. “Saya paling anti tuh dengan kekerasan terhadap anak. Apalagi sampai memukul, membentak saja saya tidak. Nyubit juga tidak pernah saya lakukan,” aku Hinggi.
Di sela-sela kesibukannya sebagai wanita karir, Hinggi membagi tugas dan pekerjaan rumah dengan suami. Dirinya dan suami dari awal berkomitmen untuk menjadi partner hidup. “Oleh karena itu saya memilih tempat kerja yang tidak jauh dari rumah. Sehingga waktu saya untuk anak-anak juga lebih banyak. Jika sedang di rumah biasanya saya mengurus anak saya yang kecil dan suami saya mengurus anak kami yang besar,” ucapnya.
Kekompakan dan keharmonisan dalam rumah tangga diwujudkan Hinggi dan suaminya dengan saling membantu. Suaminya bahkan tidak segan untuk membantu tugas Hinggi sebagai istri atau ibu. “Contohnya jika weekend saya bekerja, suami saya menjaga anak-anak. Selain itu, di Hari Minggu, kebetulan dua orang pembantu rumah saya libur. Jadi saya dan suami saling membantu menjaga anak. Suami saya memang luar biasa,” terangnya.
Agar segala aktifitas dalam pekerjaan dan keluarga bisa harmonis, Hinggi dan suaminya menerapkan komunikasi terbuka dalam keluarga. Menurutnya semua rencana harus dikomunikasikan.(aditya/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.