Naik Taksi Tanpa Argo ke Kharkiv, di Tol Sempat Dikejar Polisi

F-kecelakaan mobil di higway donetsk-kharkiv-AGUNG PAMUJO

Selain naik kereta api, wartawan Satelit News Agung Pamujo juga sempat merasakan naik taksi saat bepergian dari Donetsk ke Kharkiv. Taksinya tidak pakai argo, dan kesepakatan harga didapat dengan negosiasi jarak jauh, melalui telepon.
Minggu lalu, jadwal saya adalah bepergian dari Kiev ke Donetsk untuk nonton laga Inggris v Prancis pada Senin (11/6). Lalu dari Donetsk menuju Kharkiv untuk meliput duel seru Jerman v Belanda) pada Rabu (13/6).
Dari Kiev ke Donetsk saya naik kereta cepat Ukraine Express. Saat hendak ke Kharkiv pada Selasa (12/6), saya ingin mencoba alat transportasi lain.
Pertama, saya ke terminal bus, mencari bus antar kota. Namun, bus cepat ke Kharkiv yang dari Donetsk berjarak sekitar 300 kilometer, hanya berangkat dua kali. Yakni, pagi hari jam 6 dan sore jam 16.45. Yang pagi tidak bisa, karena saat ke stasiun bus itu sudah jam 8 pagi. Sedang yang sore saya tidak mau, karena itu berarti saya akan tiba di Kharkiv malam hari. Saya ingin tiba Kharkiv, siang.
Akhirnya saya ke bandara. Ingin merasakan terbang antarkota di Ukraina. Namun, setiba di bandara Donetsk yang tengah dalam pembangunan itu (ada tambahan terminal baru untuk penerbangan internasional khusus menyambut Euro 2012), ternyata tidak ada penerbangan domestik Donetsk-Kharkiv.
Saya pun keluar dari bandara dengan pasrah. Berati saya harus naik bus, atau naik kereta lagi, yang berangkatnya jam 18.30 sore.
Di luar bandara, saya disambut oleh para sopir taksi. Mereka berpikir saya mau kembali ke kota Donetsk (seperti di kebanyakan kota, bandara selalu ada di pinggir kota, Red). Saya katakan, saya ingin ke Kharkiv, bisa nggak mengantarkan?
Mereka kaget. Katanya itu cukup jauh, butuh sekitar 4 jam perjalanan. Karena mereka tidak bisa bahasa Inggris, kami berkomunikasi dengan bahasa Tarzan masa kini: yakni menunjuk peta untuk menyatakan tujuan, dan menuliskan angka di handphone untuk menyatakan berapa.
Salah satu dari sopir itu yang berbadan tegap, tiba-tiba bilang: oke … oke, sambil menunjuk dadanya. Rupanya, dia mau mengantar saya ke Kharkiv. Saya lantas bertanya berapa ongkosnya.
Dia tidak menjawab, tetapi malah mengambil HP-nya, lantas menelepon. Rupanya, dia menelepon ke temannya yang bisa bahasa Inggris. Karena, setelah itu HP diangsurkan ke saya, dan saya pun ngomong dengan teman si sopir tadi. Akhirnya, kami sepakat tarifnya adalah 1.500 hryvnia (sekitar Rp 1,8 juta).
Karena memang ingin tahu rasanya jalan darat dengan mobil, saya menikmati bepergian dengan tarif cukup mahal itu. Namun, akhirnya saya hanya bisa menikmati satu hal dalam perjalana itu: yakni cepat sampai.
Sementara yang lainnya, menurut saya kurang asyik untuk dinikmati. Pertama, sepanjang jalan Donetsk-Kharkiv, kami lewat jalan bebas hambatan (highway). Kedua, sopirnya tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Dia hanya bisa menjawab: Sergei … saat saya menunjuk-nunjuk badannya untuk menanyakan namanya.
Yang paling parah adalah Sergei yang kekar itu menyetir dengan ngebut. Meski mobil Hyundai yang saya naiki pagi itu cukup nyaman, tapi karena ngebut dan cara belok yang menurut saya agak kasar, membuat saya terguncang-guncang di belakang. Apalagi, ada beberapa bagian dari jalan itu yang tidak begitu mulus.
Tapi mungkin itu juga salah saya. Karena, sebelumnya saya sempat komunikasi dengan bahasa Tarzan dengan Sergei kalau bisa sampai ke Kharkiv dalam waktu 3 jam saja. Sepertinya Sergei paham dan menjawabnya dengan melaju rata-rata di atas 100 kilometer per jam.
Karena tidak tahan, saya akhirnya mencolek bahunya. Begitu dia menoleh, saya menunjuk-nunjuk telepon, sambil ngomong bahwa ingin ngomong dengan temannya yang bisa bahasa Inggris. Untung Sergei paham, dia pun menelepon temannya.
Lewat temannya itu, saya minta Sergei agak pelan. Namanya bukan perjalanan untuk sekadar jalan-jalan, saat bepergian antarkota itu, biasanya saya sempatkan untuk mengetik dengan laptop, memindah foto dari kamera, atau sekadar membaca. Saya tidak bisa melakukan seperti itu karena Sergei ngebut.
Begitu dikasih tahu temannya, Sergei menoleh kepada saya. Dia tersenyum, mengangkat bahu sedikit, sambil berkata: Karosso .. (baiklah). Saya juga tersenyum.
Namun, begitu mobil kami memelan, saya merasakan betapa mobil kami sering disalip kendaran lain. Rupanya, orang Ukraina terbiasa ngebut, apalagi kalau lewat highway.
Mungkin juga akibat dari nyetir yang selalu ngebut sementara mereka terbiasa minum-minuman keras sampai mabuk, maka sering terjadi kecelakaan. Pagi itu –dalam perjalanan Donetsk-Kharkiv—saya menyaksikan mobil-mobil ringsek di tiga tempat sepanjang highway itu, kondisinya seperti baru saja mengalami kecelakaan.
Bahkan, saya sempat menemukan kecelakaan yang baru saja terjadi. Dua mobil ringsek, tergeletak di kiri dan kanan jalan. Di sebelah kanan, ada dua petugas polisi (cowok dan cewek) tengah memeriksa salah satu mobil naas itu. Di samping polisi itu ada beberapa orang sipil, mungkin pengendara mobil yang kecelakaan itu.
Saya minta Sergei stop. Saya teriak saja .. stop..stop. Sergei seperti bingung. Tapi, saya terus teriak, stop … stop. Dia akhirnya berhenti, agak jauh, kira-kira 300 meter dari lokasi kecelakaan. Begitu mobil berhenti, saya langsung keluar, sambil membawa kemera.
Saya melihat polisi dan kerumunan orang, serta salah satu mobil naas itu di seberang jalan. Saya pun mendekat ke mobil satunya yang berada di sisi jalan yang sama dengan taksi saya berhenti. Saya foto mobil naas itu.
Aksi saya itu dilihat oleh polisi di seberang jalan. Salah satu dari mereka lantas berteriak-teriak yang saya tidak mengerti. Lalu, polisi yang cowok itu menyeberang, menuju tempat saya.
Saat itu juga saya dengar Sergei yang menunggu di samping taksi, berteriak-teriak. Saya tidak mengerti bahasanya, tapi sepertinya dia minta saya cepat masuk mobil.
Saya pun berlari, dan sudah masuk mobil sebelum polisi itu sampai di seberang. Sergei lantas memacu mobilnya. Kali ini dia benar-benar ngebut, sambil sesekali melihat kaca spion. Kali ini, saya tidak protes.
Sergei lantas ngomong sesuatu. Sepertinya dia ngomel. Lalu, dia nelepon ke temannya, dan lewat teman penerjemah itulah saya tahu bahwa Sergei khawatir dikejar polisi karena melanggar dua hal. Pertama, tidak boleh berhenti di highway. Kedua, karena saya memfoto mobil yang kecelakaan.
Tapi, untung polisi tidak sampai mengejar dengan mobil. Saya sempat melihat polisi cewek itu berusaha mengejar ke taksi Sergei, tapi sopir kekar itu keburu melesatkan mobilnya.
Saya pun bilang ke Sergei … sorry … sorry. Entah, dia ngerti atau tidak, tapi dia mengangguk-angguk. Dia pun kembali menyetir dengan ngebut, dan itu membuat saya tiba di kota terbesar kedua di Ukraina ini –setelah Kiev tentunya–, setengah jam lebih cepat. Tadi diperkirakan 4 jam, tapi saya hitung perjalanan hanya 3,5 jam, antara lain terpotong sekitar 10 menit saat saya memfoto mobil kecelakaan itu.
Begitu tiba di Kharkiv, saya serahkan uang 1.500 hryvnia ongkos taksi. Sergei pun menerima dengan tersenyum. Begitu saya turun, dia langsung membalikkan arah mobilnya, dan melesat kembali ke Donetsk, diikuti jerit klakson dari mobil-mobil lain yang terganggu karena Sergei berputar dengan seenaknya.(agung pamujo dari uknaina).