Denny JA Catat Empat Blunder Jokowi
JAKARTA,SNOL Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan, sejak dilantik jadi Presiden RI 20 Oktober lalu, Joko Widodo (Jokowi) sudah melakukan empat blunder.
“Ada apa dengan Jokowi? Belum 100 hari pemerintahannya, ia sudah membuat empat blunder,” ujar dia lewat akun twitter @DennyJA_WORLD pagi ini (Jumat, 21/11).
Empat blunder itu adalah: pertama, janji membentuk kabinet ramping.
“Blunder pertama adalah janji membentuk kabinet ramping. Cukup lihat di google mengenai janji kampanye itu. Publik sudah membayangkan reformasi yang akan dilakukan Jokowi atas jumlah kementrian, membuatnya lebih ringkas dan efektif. Yang terjadi kembali kabinet as usual yang sama banyaknya dengan kabinet presiden SBY. Beda antara janji dan realisasi,” beber Denny JA.
Belunder kedua, janji membentuk kabinet non-transaksional, the dream team.
“Yang terjadi kabinet as usual, penuh dengan transaksi dan kompromi. Banyak yang bukan the childrenofthesun.org right person in the right place,” ungkap dia.
Blunder ketiga, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu yang tidak tepat.
“Blunder BBM ini menjauhkan Jokowi dari pendukung tradisionalnya: wong cilik. Dari Pilpres Juli lalu, karena wong cilik ini Jokowi menang tipis atas Prabowo. Kini sebagian wong cilik mulai menjauh dari Jokowi,” beber Denny JA.
Blunder yang terakhir atau yang keempat, penunjukan Jaksa Agung berasal dari partai politik. Seperti diketahui, kemarin Presiden Jokowi melantik politisi NasDem HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung.
“Puncak tertinggi penegakkan hukum tak membuat publik nyaman. Penunjukkan Jaksa Agung ini dapat menjauhkan Jokowi dari pendukung utamanya: aneka civil society yang sangat concern dengan penegakkan hukum,” ujar Denny JA.
Denny JA mengemukakan, dengan empat blunder sebelum 100 hari kerja, Jokowi tidak mengesankan sebagai seorang strong leader. Padahal pemimpin seperti itu yang diharapkan publik lahir Pilpres 2014.
Jelas dia, ada dua ciri strong leader yang luput dari Jokowi di sebelum 100 hari pertamanya. Pertama, ia harus punya core philosophy. Seorang strong leader harus memiliki prinsip politik yang kokoh. Prinsip itu menjadi haluan yang ia janjikan ketika kampanye. Dan core philosophy itu tergambar dari satu kata antara janji dan tindakan, kata dan perbuatan.
“Empat blunder Jokowi itu justru menunjukkan, di antaranya, tidak satunya janji dan realisasi, tak satunya kata dan perbuatan,” terangnya.
Ciri kedua strong leader adalah, ia tidak tunduk pada tekanan, dengan mengorbankan prinsip politiknya. Ia bahkan mampu menambah dukungan. Semakin banyak pendukung akan semakin kuat ia selaku pemimpin politik.
“Yang terjadi, dukungan Jokowi semakin lemah. Survei LSI muthakir, kepuasan publik atasnya sudah di bawah 50 persen sebelum 100 hari pemerintahannya. Mendapatkan kepuasan di bawah 50 persen sebelum 100 hari itu adalah warning yang akan menyulitkan pemerintahannya di kemudian hari. Publik tak meragukan kesungguhan Jokowi. Tapi publik mulai meragukan kapabilitasnya memimpin politik nasional yang kompleks. Situasi akan lebih rumit lagi jika protes publik atas BBM dan Jaksa Agung didukung oleh KMP yang menguasai parlemen,” bebernya.
“Semoga Jokowi dan team menyadari empat blunder yang sudah dibuatnya. Lalu tumbuh semakin kuat sebagi strong leader,” demikian Denny JA.(rus/rmol)