Bawaslu Diminta Awasi Penggunaan Dana Bansos

JAKARTA,SNOL Penggunaan dana bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan politik menghadapi pemilu diprediksi masih terjadi. Apalagi dengan kembali majunya incumbent menjadi caleg, termasuk mereka yang saat ini menjabat sebagai menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ikut mengawal penyaluran dana bansos di female levitra pills kementerian. “Mereka ini tidak semata-mata menjadi menteri, tapi juga caleg,” katanya dalam sebuah diskusi tentang permainan bansos caleg incumbent di Jakarta kemarin (5/2).

Pengawasan terhadap penggunaan dana bansos, kata dia, mencegah terjadinya politisasi. Menurut dia, politisasi dana bansos itu terjadi ketika digunakan untuk membangun popularitas dengan program-program yang populis. Penyebarannya juga dilakukan pada kelompok strategis yang memiliki basis massa besar.

“Siapa penerimanya, ini juga ada unsur subjektif. Kalau daerahnya bukan basis, tidak dapat. Ini adalah ruang terjadinya politisasi,” terang Abdullah. Bansos juga menjadi masalah karena faktor timing penyalurannya. “Serapan bansos 80 persen menjelang habis momentumnya. Misalnya, di daerah itu menjelang pilkada,” imbuhnya.

Selain itu, dana bansos rawan menjadi modal pemenangan politik. Meski menurut Abdullah, penggunaan dana bansos tersebut belum tentu memengaruhi tingkat keterpilihan seorang caleg.

Berdasar data DCT, sepuluh menteri ikut maju sebagai caleg dalam pemilu pada April mendatang. Yakni, dari Partai Demokrat ada Menkop dan generic viagra mastercard UKM Syarif Hasan, Menteri ESDM Jero Wacik, Menpora Roy Suryo, Menhub E.E. Mangindaan, dan Menkum HAM Amir Syamsuddin. Kemudian, Mentan Suswono dan Menkominfo Tifatul Sembiring yang berlatar belakang PKS. Lalu, Menakertrans Muhaimin Iskandar dan Menteri PDT Helmy Faishal dari PKB serta Menhut Zulkifli Hasan dari PAN.

Direktur Eksekutif Institute for Strategic Initiatives Luky Djani mengatakan, penggunaan dana publik, seperti bansos, merupakan model relasi antara pemilih dan politikus. “Kenapa” Karena mereka memang punya akses untuk menggunakan dana itu,” katanya.

Namun, dia juga mengungkapkan keefektifan penggunaan dana publik tersebut pada pesta demokrasi 2014. Sebab, jika yang diberikan seorang caleg berbentuk public goods, itu akan menguntungkan siapa saja, baik yang memilihnya maupun tidak. Misalnya, pembangunan jalan. “Warga yang memilih ataupun tidak dapat menikmati,” kata Luky. Dengan demikian, penggunaan dana publik itu belum tentu efektif.

Namun, jika dana publik tersebut diberikan dalam bentuk cash, menurut Luky, akan terjadi diskriminasi. Sebab, uang itu hanya akan diberikan kepada mereka yang memilih calon tersebut. “Dari sisi ini, penggunaan dana publik menjadi negatif,” tandasnya.(fal/c6/jpnn)