MK Beri Ahok Tenggat Waktu 14 Hari
JAKARTA,SNOL Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk memperbaiki gugatan uji materi terkait UU 10/2016 tentang Pilkada soal kewajiban cuti kampanye bagi calon petahana.
Ahok sapaan akrab Basuki, meminta MK menafsirkan kembali Pasal 70 ayat 3 dan 4 UU Pilkada agar calon petahana seperti dirinya bisa menolak cuti selama kampanye Pilkada berlangsung.
Ketua Majelis Hakim MK Anwar Rusman mengatakan akan memberi waktu 14 hari kepada Ahok untuk menyerahkan berkas-berkas permohonan yang sudah diperbaiki. Pasalnya, kata Hakim Anwar, waktu pendaftaran calon kepala daerah pada Pilkada 2017 sudah mepet.
“Waktu pendaftaran sudah mendekati, kalau tidak salah September, saudara diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonan ini selama 14 hari. Lebih cepat lebih bagus supaya bisa cepat selesai,” ujar Anwar saat sidang pendahuluan di ruang sidang utama, gedung MK, Jakarta, Senin (22/8).
Di hadapan majelis hakim, Ahok mengatakan, dia dipilih untuk menjabat sebagai Gubernur Jakarta selama 60 bulan. Terlebih pada Pilkada DKI Jakarta, aturan yang dipergunakan bagi pemenang adalah 50 persen plus 1. Di dalam aturan tersebut, calon petahana harus mengambil cuti selama masa kampanye, mulai dari 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau selama empat bulan.
“Ini merugikan konstitusi jabatan saya untuk bekerja. Kalau Pilkada berlangsung dua putaran, maka saya harus cuti paling tidak enam bulan. Bukan saya meminta Pak majelis hakim yang terhormat untuk tidak cuti kampanye, tapi saya terima konsekuensi tidak berkampanye kalau saya diizinkan boleh tidak cuti,” kata Ahok.
Faktor kerugian konsitutisonal yang dimaksud Ahok menjadi salah satu hal yang perlu direvisi oleh hakim MK. Hakim MK menyatakan kerugian hak konstitusi yang dimaksud Ahok belum rinci.
“Hak konstitusional yang dirugikan itu apa? Bapak sebutkan yang dirugikan adalah hak atas pengakuan, jaminan perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, itu yang dianggap dirugikan. Persolannya, bapak tidak uraikan lebih jauh, dari sisi mana ketentuan itu dianggap merugikan? Ini mesti jelas,” Hakim MK I Dewa Gede Palguna.(rus/rmol)