Damayanti: Awalnya Pimpinan Minta Kompensasi Rp 10 Triliun
JAKARTA,SNOL Terdakwa suap Damayanti Wisnu Putranti mengatakan, pimpinan Komisi V DPR mengancam tidak akan menandatangi RAPBN yang diajukan Kemenpupera.
Hal itu akan terjadi jika Kemenpupera tidak menampung permintaan Komisi V DPR terkait usulan aspirasi Rp 10 triliun.
“Pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian (PUPR),” kata Damayanti saat diperiksa sebagai terdakwa suap anggaran Kemenpupera di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/8).
Karenanya, kata Yanti, antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat Kemenpupera terjadi sebuah kesepakatan. Menurutnya, kesepakatan itu dibahas dalam rapat tertutup atau “rapat setengah kamar” di ruang sekretariat Komisi V DPR.
Dia menambahkan, rapat dihadiri pimpinan, ketua kelompok fraksi Komisi V DPR, dan Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono serta lainnya. Menurut dia, anggota Komisi V DPR tidak dilibatkan dalam rapat tertutup tersebut.
Ia menjelaskan, awalnya pimpinan meminta kompensasi Rp 10 triliun. Hal itu dikarenakan Kemenpupera mendapatkan anggaran Rp 100 triliun. Hanya saja, Kemenpupera tidak menyetujui angka Rp 10 triliun.
Angkanya awalnya diturunkan Rp 7 triliun, kemudian menyentuh Rp 5 triliun. Hingga akhirnya disepakati Rp 2,5 triliun di pos Direktorat Jenderal Bina Marga Kemenpupera.
Yanti mengatakan, dalam pertemuan juga ditentukan fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V DPR, Selain itu, disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, kapoksi Rp 100 miliar, pimpinan Komisi V Rp 450 miliar. “Itu yang saya tahu dari hasil rapat tertutup itu,” ujar Yanti.
Dia juga mengungkapkan, sebanyak 54 anggota Komisi V DPR ikut mengusulkan program aspirasi di 11 wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Damayanti, 54 anggota Komisi V DPR mendapat dana aspirasi dari Kemenpupera. “Jadi, bukan saya sendiri,” kata mantan politikus PDI Perjuangan itu.
Yanti menjelaskan, program aspirasi yang diusulkan semua anggota Komisi V DPR sudah seperti ban berjalan. Sebab, dana aspirasi itu rutin diusulkan kepada Kemenpupera.
Menurut dia, hal itu bisa terjadi karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dengan pejabat di Kemenpupera.
Kemudian, pimpinan meneruskan kepada ketua kelompok fraksi masing-masing di Komisi V DPR. Nah, ia menegaskan, disetujui atau tidaknya itu tergantung kapoksi.
“Siapa pun yang duduk di Komisi V akan dapat. Seperti yang disampaikan Sekjen (Kemenpupera) itu sudah otomatis semua anggota dapat dalam setiap pengesahan APBN,” ujar Yanti.
Ia menjelaskan, setelah program diusulkan, para kapoksi, pimpinan komisi dan pejabat Kemenpupera menggelar “rapat setengah kamar”. Rapat yang tertutup itu tidak diikuti anggota. Namun, anggota hanya akan menjalankan perintah kapoksinya.
Yanti menjelaskan, dalam rapat itulah ditentukan fee atau kompensasi yang akan diterima setiap anggota Komisi V DPR.
Berdasarkan kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan Kemenpupera jatah aspirasi proyek untuk anggota Komisi V DPR Rp 2,8 triliun. Setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, kapoksi Rp 100 miliar, pimpinan komisi Rp 450 miliar. (boy/jpnn)