Warga Banten di Sejumlah Daerah Kelimpungan Cari Air Bersih
BANTEN,SNOL Kemarau berkepanjangan menyebabkan warga Banten di Cilegon, Serang, Lebak dan Pandeglang semakin sulit mendapatkan air bersih untuk berbagai kebutuhan hidup.
Warga yang tinggal di pegunungan sebelah utara, yakni Kampung Puruglampung, Watu Lawang, dan Kedurung, serta kampung lainnya yang masuk dalam wilayah Kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang mulai kelimpungan mencari air bersih untuk keperluan sehari-hari hingga sampai turun gunung.
Maman, Warga Kampung Kedurung, menuturkan kesulitan air di musim kemarau sudah menjadi langganan tiap tahun. Sumber mata air yang berada di pegunungan sudah mulai mengering.
“Daerah tonggoh (Gunung-red) disini memang bisa dikatakan cukup gersang dan panas. Apalagi jumlah pohon besar sekarang sudah banyak yang ditebang. Sumber air yang dulu terus keluar, sekarang malah kering,” kata Maman.
Untuk mendapatkan pasokan air bersih, Maman mengaku harus turun gunung ke Kampung Pabean, di kaki gunung untuk meminta air dari sumur warga atau kerabatnya.
Senada dikatakan Supandi, warga Kampung Watu Lawang. Meskipun kesulitan air namun hingga kini belum ada upaya bantuan dari pihak manapun untuk mengatasinya. Persoalan infrastruktur jalan untuk kendaraan saja tidak ada.
“Kebutuhan air itu cukup penting untuk wudhu, bersih-bersih, dan memasak. Mau tidak mau ya harus mencari. Saya sih berharap, ada bantuan dari pihak manapun. Agar kedepan warga yang tinggal digunung bisa hidup sejahtera tanpa kelimpungan cari air bersih,” harap Supandi.
Bencana Kekeringan juga menimpa warga daerah lainnya. Di Kabupaten Lebak, sekitar 80 hektar lahan mengalami kekeringan. Ironisnya, Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Lebak baru mendapat laporan tersebut. Kekeringan terjadi di beberapa daerah, meliputi Kecamatan Cibadak terutama yang ada di blok Ukung atau lahan pesawahan yang berada di Desa Asem Margaluyu, Cimenteng dan Desa Cimenteng Jaya.
Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Tanaman pada Dinas Pertanian (Distan) Lebak Rieyan Dermawan mengatakan, lahan yang kekeringan merupakan sawah tadah hujan. “Mudah-mudahan kemarau sekarang tidak begitu berdampak bagi para petani,” harap Rieyan, Rabu (24/9).
Disinggung soal langkah yang dilakukan Distan Lebak, untuk menanggulangi sawah yang kekeringan tersebut, Rieyan mengaku pihaknya mengeluarkan program pompanisasi. Hanya saja kendalanya, program tersebut bisa dilaksanakan di daerah yang sumber air di sekitar lahan sawah yang kekeringan.
Distan juga telah menyebarkan himbauan kepada para petani. Khususnya pada musim kemarau ini untuk melakukan penanaman palawija, sebagai antisipasi kerugian atau rusaknya tanaman padi akibat kekeringan. “Dengan begitu, lahan bisa tetap produktif. Dan petani juga tetap bisa menghasilkan sesuatu,” imbuhnya.
Kabid Produksi Distan Lebak Yuntani mengatakan, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas III Serang, bulan Agustus hingga Oktober 2014 wilayah Banten dan sekitarnya akan dilanda musim kemarau.
“Cuaca sangat fluktuatif. Oleh karena itu, para petani harus mensiasati pengelolaan dan pemberdayaan lahan pesawahannya,” papar Yuntani.
Kekeringan juga terjadi akibat saluran irigasi dan bengdungan yang rusak. Salah satunya Bendung Eunyay di Kampung Eunyay Desa Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak. Kerusakan sudah terjadi sejak Januari 2013 namun belum terlihat ada perbaikan. Diduga kerusakan terjadi akibat banjir dan pengerjaannya asal-asalan alias tidak sesuai spesifikasi.
Berdasarkan informasi dari warga dan para petani setempat, Bendung Eunyay dibangun tahun 2010 lalu oleh Pemkab, melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 375 juta. Bangunan itu berdiri di atas Sungai Ciminyak, dengan kedalaman air sekitar 3 meter, tinggi sekitar 4 meter dan lebar bentangan sekitar 60 meter.
Bendung ini mengairi sekitar 125 hektare sawah, yang berada di empat desa diantaranya Desa Girijagabaya, Sukanegara, Sindangwangi di Kecamatan Muncang, dan Desa Jalupang Mulya, Kecamatan Leuwidamar.
Ketua Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) Bumi Sampurna, Desa Girijagabaya, Kecamatan Muncang Sholeh Madjid mengatakan, akibat rusaknya bangunan tersebut saat ini pesawahan di empat desa mengalami kekeringan. Sejak bendung tersebut rusak para petani wilayah setempat tidak bisa menanam karena tidak ada aliran air.
“Sebelum bangunan itu rusak, kami bisa memanen sekitar 5 ton per-hektare. Kalau sekarang jangankan memanen, menanam palawija saja susah,” kata Sholeh Madjid (58), Senin (22/9).
Kabid Irigasi Dinas SDA Kabupaten Lebak Dade Yan Apriyandi menyatakan, pihaknya merencanakan akan memperbaiki Bendung Eunyay maksimal akhir tahun 2014 ini, dengan anggaran sekitar Rp 600 juta.
“Dana tersebut bantuan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Karena, Pemkab Lebak tak memiliki anggaran yang cukup. Oleh karena itu, warga di daerah setempat diharap bersabar,” tegas Dade.
Sementara, dari 468 irigasi di wilayah Kabupaten Lebak, sedikitnya 70 irigasi diantaranya dalam kondisi rusak. Keruskaan itu disebabkan beberapa faktor. Selain usang karena usia bangunan yang sudah terlalu tua, juga disebabkan akibat bencana alam seperti banjir, longsor dan jenis bencana lainnya.
Dade Yan Apriandi menyatakan, bangunan irigasi yang rusak itu mayoritas berada di Lebak selatan, seperti di Kecamatan Panggarangan, Cibeber, Malingping, Bayah dan Kecamatan Cilograng.
“Keberadaan irigasi di Lebak multifungsi. Diantaranya sebagai sumber pengairan lahan pertanian, mata air dan pusat budidaya ikan seperti irigasi Cikidang, di Kecamatan Cibeber yang dijadikan sumber air bersih oleh masyarakat,” kata Dade.
Dengan rusaknya 70 irigasi tersebut tentu sangat berdampak bagi masyarakat, terutama yang mata pencahariannya bersumber dari daerah irigasi (DI) itu. Dicontohkannya, karena jebolnya irigasi Cimapag di Desa Sukajadi Kecamatan Panggarangan. Ratusan hektar sawah di wilayah itu kekeringan, sehingga hasil produksi para petani juga menurun pada akhir tahun 2013 dan pertengahan tahun 2014 lalu.
“Untuk memperbaiki atau menanggulangi kerusakan 70 irigasi itu, kami mendapatkan bantuan dana sebesar Rp14 miliar, dari DAK Kementerian PU berdasarkan ajuannya pada pertengahan tahun 2013 lalu,” tambahnya.
Perbaikan irigasi itu akan dimulai maksimal akhir tahun 2014 ini karena APBD Lebak tidak bisa mengcover untuk perbaikan irigasi tersebut. “APBD kita hanya Rp 1,7 triliun, itupun tidak semuanya digunakan untuk pembangunan sarana/prasarana,” ujarnya.
Di Kabupaten Pandeglang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, mencatat ada enam kecamatan mengalami musibah kekeringan. Pihaknya pun menurunkan tim lapangan untuk mensurvey dan melakukan pendataan.
Keenam kecamatan itu antara lain, Patia, Mekarjaya, Angsana, Munjul, Jiput dan Sukaresmi. Sampai saat ini, pihaknya masih menunggu data yang lebih lengkap dari aparat desa dan kecamatan setempat. Kemudian akan ditindaklanjuti dengan dibuatkannya permohonan bantuan kepada bupati dan instansi terkait.
Kepala Harian BPBD Pandeglang Encep Suryadi menyatakan, laporan sementara yang masuk baru data kecamatannya saja. Jika semua data sudah masuk, termasuk nama desa, jumlah KK dan dampak dari musibah itu, pihaknya akan langsung dan secepatnya mengambil tindakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi).
“Data itu akan kami laporkan ke Bupati dan Dinsosnakertrans, selanjutnya dilakukan penanggulangan,” kata Encep, Kamis (18/9) lalu.
Akibat kekeringan itu biasanya berdampak pada lahan pesawahan serta timbulnya berbagai penyakit serta dampak lainnya yang dirasakan oleh masyarakat. Untuk penanggulangan kesehatan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes). “Untuk pemenuhan air bersih, kami koordinasikan dengan PDAM,” ujarnya.
Kepala Desa (Kades) Medong, Kecamatan Mekarjaya Encep Efendi menyatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapat bantuan dan perhatian dari Pemerintah Daerah (Pemda). Dengan demikian, penanggulangannya dilakukan secara swadaya bersama-sama dengan masyarakat.(mg13/ahmadi/mardiana/jarkasih/satelitnews)