Jangan Rampas Suara dan Kedaulatan Rakyat!

JAKARTA,SNOL Ratusan balon dilepaskan ke udara saat kegiatan hari bebas kendaraan (car free day) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, pagi tadi (Minggu, 21/9).

Aksi pelepasan balon itu dilaksanakan ratusan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Indonesia sebagai bentuk penolakan terhadap rencana DPR mengembalikan pemilihan gubernur, walikota dan bupati kepada DPRD.

“Pelepasan ratusan balon ini sebagai simbol keprihatinan kami, selamat tinggal suara rakyat,” kata koodinator gerakan, Indra Ghazali di Bundaran HI, Jakarta.

Dalam kesempatan itu, para pendemo juga membentangkan kain putih raksasa untuk dibubuhi tanda tangan dukungan dari warga. Aksi ini juga diikuti berbagai komunitas anak muda antara lain Indonesia Komunitas, komunitas Model Jakarta, Netizen, dan juga kalangan artis. Hadir saat pelepasan balon yakni Wanda Hamidah serta putri dari Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid.

Bagi Lisuma Indonesia, menurut Indra, pengesahan RUU tersebut sebagai upaya mereduksi hak konstitusional rakyat yang tersisa yaitu Pemilihan Umum karena kepentingan elit dan partai politik semata. Seperti diketahui, para pendukung Pilkada lewat DPRD mengemukakan beberapa alasan. Di antaranya pemborosan anggaran, konflik horisontal, dan maraknya korupsi yang terjadi. Alasan ini kemudian menjadi landasan beberapa parpol Gerindra, Golkar, PKS, PPP, dan PBB yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih untuk meneruskan pembahasan dan pengesahan Pilkada melalui DPRD, pasca Pilpres lalu.

Menurut Indra, wajar jika masyarakat berasumsi RUU ini adalah upaya KMP dalam rangka menghadang efektivitas pemerintahan presiden terpilih, Jokowi-JK yang diusung oleh koalisi Indonesia Hebat.

“Sebenarnya banyak solusi yang bisa diambil bukan serta merta mengembalikan Pilkada ke DPRD. Tanyakan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan bukan main sahkan saja, itu bentuk keputusasan politik dan tanda para wakil kita tidak efektif dalam menyerap aspirasi rakyat,” ucapnya saat berorasi.

Di tempat yang sama, Sekjend Lisuma Indonesia, Dhika Yudistira menambahkan, ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan di antaranya perbaikan regulasi Pemilu, Pilkada serentak hingga pembiayaan kampanye calon gubernur, bupati dan walikota lewat APBN atau APBD. Pilkada tak langsung justru menegaskan potret kemunduran demokrasi di Indonesia.

“Banyak kekurangan tapi bukan berarti gagal lalu melangkah mundur karena itu adalah upaya pengambilan hak rakyat,” ujarnya.

Dhika menegaskan, hampir seluruh rakyat pada kenyataannya masih menginginkan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.

“Jangan Rampas Suara Kami, Jangan Rampas Kedaulatan Rakyat,” begitu tertulis dalam spanduk yang dibentangkan para pendemo dari Lisuma Indonesia.(wid/rmol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.