Atraksi Debus Sabet MURI
SERANG,SNOl— Tak kurang dari 2000 orang jawara dari berbagai daerah di Banten menampilkan atraksi debus. Pertunjukan yang dikemas melalui Festival Debus Banten 2014 yang digelar di kawasan mercusuar Pantai Anyer Kabupaten Serang inipun meraih penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan jumlah peserta terbanyak.
Atraksi yang dilakukan antara lain mengusapkan api ke beberapa bagian tubuh dengan obor, menaiki anak tangga dari golok, dan tusuk lidah dengan baja. Pelaku atraksi debus berasal dari Kota dan Kabupaten Serang, Kota Cilegon sebanyak, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Para penonton dibuat merinding bulu kuduk dan menutup matanya saat menyaksikan aksi-aksi ekstrem yang ditampilkan para peserta. Bahkan diantara penonton hingga ada yang meringis dan teriak ngeri saat melihat salah satu peserta atraksi menusuk lidahnya menggunakan kawat dan peserta lainnya menyayat lidahnya.
“Hiiiiiihhh… ngeri bangeeet. Bulu kuduk saya sampe merinding ngeliatnya. Ngeriii…,” ucap Santi (25), salah satu warga saat menyaksikan atraksi debus.
Begitu juga dengan Latifah (23. Bahkan dia mengaku tak berani melihat pertujukan debus yang terkenal ekstrem itu. “Ga berani saya. Takut ngeliatnya,” ujar warga Cilegon ini.
Banyaknya jumlah peserta yang ditampilkan, membuat Festival Debus Banten 2014 ini meraih piagam MURI dengan kategori festival debus terbanyak. Piagam Muri dengan No. 6597/R MURI 2014 diserahkan perwakilan pengurus MURI kepada Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar sebagai pemrakarsa, Plt Gubernur Banten Rano Karno sebagai penyelenggara, Kapolda Banten Brigjen Pol M Zulkarnain dan Ketua PHRI Banten Ahmad Sari Alam sebagai pelaksana pada pembukaan “Banten Beach Festival’ di Pantai Anyer Kabupaten Serang, Sabtu (23/8).
Pesona alam dan keragaman budaya membuat provinsi di ujung barat pulau Jawa ini menyimpan eksotika pariwisata yang menarik untuk dijelajahi. “Banten tidak hanya memiliki pesona alam dan keragaman budaya. Keberadaan Banten telah banyak memberikan kontribusi pada nilai, norma dan wujud fisik kebudayaan Indonesia. Salah satu kekayaan budayanya adalah Debus. Debus tidak hanya sebagai alat perjuangan di masa penjajahan, melainkan juga bagian dari alat syiar (Islam),” ujar Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar, dalam sambutan acara ‘Festival Debus Banten 2014’
Sapta mengatakan, jumlah peserta itu pun dibatasi. Jika tidak, jumlah total pelaku debus bisa mencapai 5.000 orang. “Lihatlah tua muda, anak-anak, orang dewasa, dan bahkan lanjut usia ikut terlibat dalam pergelaran ini. Sama-sama ikut mempertahankan budaya adiluhung,” tuturnya.
Plt Gubernur Banten H Rano Karno menambahkan, Festival Debus Banten diadakan di Titik Nol Mercusuar Anyer untuk juga mengenalkan sejarah. Tujuan kegiatan tersebut dalam upaya melestarikan budaya Banten warisan leluhur serta sebagai ajang promosi Pariwisata Banten.
“Lokasi itu dipilih dengan pertimbangan bagian penting dari sejarah karena merupakan titik awal dari jalan Anyer-Panarukan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, yang merupakan titik mula pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan era pemerintah Gubernur Belanda, (Gubernur Jenderal) Herman Willem Daendels,” ujarnya.
Sejarah mencatat, pembangunan jalan ini memakan korban dari kalangan rakyat yang menjadi pekerja mencapai 12 ribu orang. “Tempat ini adalah titik nol mercusuar Anyer. Selain karena keindahan pantai juga merupakan bagian penting dalam sejarah, penghormatan bagi pendahulu kita yang membangun Jalan raya Anyer-Panarukan,” katanya.
“Banten memiliki 526 objek wisata serta panjang pantai lebih dari 500 kilometer dengan berbagai keunggulannya. Melalui Banten Beach Festival yang diselenggarakan setiap tahun ini diharaokan bisa meningkatkan kunjungan wisatawan,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Banten Brigadir Jenderal Polisi M Zulkarnaen yang menggagas acara festival ini mengatakan, sekitar 600 polisi dikerahkan untuk mengamankan Festival Debus Banten. “Pengamanan secara ketat diperlukan agar acara berjalan sukses. Sekitar 5.000 panitia dilibatkan untuk melaksanakan acara tersebut,” tuturnya.
Salah satu pendekar debus Banten dari Padepokan Surosowan Serang, H Rahmat (65) menuturkan, debus Banten saat ini tidak lagi mempertontonkan atraksi memotong bagian-bagian tubuh tertentu, semisal lidah atau lengan. “Kalau dulu, (bagian tubuh) dibacok, berdarah, patah, terus bisa disambungkan lagi. Kalau sekarang mah cuma disayat-sayat,” ujarnya.
Sekalipun tak mengingat sejak kapan terjadi perubahan ini, pendekar yang memiliki Padepokan di Walantaka Kota Serang ini mengakui pengaruh jaman menjadi salah satu alasannya. “Karena jamannya lain lagi, jaman dulu Bismillah saja bisa terbang, kalau sekarang berubah,” ungkapnya.
Disinggung terkait acara Festival, Rahmat mengaku senang, karena pemerintah ikut mendukung warisan budaya ini. Keinginannya para jawara dan pemain debus tetap diperhatikan. “Yah, semoga ini menjadi awal yang baik, kedepannya para pemilik padepokan selalu diikut sertakan dalam setiap acara, semoga tidak untuk MURI saja. Kita sama sama membudayakan warisan leluhur,” ungkapnya.
Dalam festival debus kemarin, para peserta dari berbagai perguruan di Kawasan Banten melakukan aksi ekstremnya dengan menggunakan berbagai senjata tajam, termasuk golok. Selain itu, mereka juga menampilkan atraksi menusuk lidah menggunakan kawat sekitar 50 sentimeter, mengikat perut menggunakan kawat berduri, serta permainan api dan jenis atraksi lainnya.
Sebelumnya, Plt Gubernur Rano pernah mengungkapkan, atraksi debus kategori berat salah satunya memotong anggota tubuh sengaja tidak ditampilkan untuk menghindari insiden kecelakaan selama festival berlangsung. (mg11/jarkasih)