MK Kacaukan Sistem Hukum di Indonesia
JAKARTA,SNOL Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Antasari Azhar dengan membatalkan ketentuan Pasal 268 ayat (3) UU No 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana akan mengacaukan sistem hukum di Indonesia.
Karena dengan pembatalakan ketentuan tersebut mengakibatkan seorang yang sudah divonis bersalah dengan kekuatan hukum tetap kembali bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
“Keputusan MK itu mengacaukan sistem hukum kita,” tegas pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf dalam rilis yang diterima, Jumat ( 7/3).
Menurut dia, bagaimana pun dalam hukum ada upaya hukum seperti PK. Namun, kata dia, tidak bisa mengajukan PK kembali. Kalau PK masih bisa dilakukan lebih dari satu kali berakibat terjadinya ketidakpastian hukum.
Selama ini tidak semua kasus menurut Asep, bisa diangkat melalui jalur PK. Jalur PK adalah upaya hukum luar biasa dan seorang yang mengajukan PK harus benar-benar bisa meyakinkan hakim bahwa keputusan yang terkait dirinya itu salah dan tidak benar.
“PK ini kan bukan urusan main-main. Pengajuannya juga harus dengan bukti baru. Jadi sebelum mengajukan PK, bukti itu harus benar-benar kuat. Kalau tidak kuat jangan diajukan dan oleh karena itu dengan bukti yang sangat kuat itu apapun keputusan PK diterima semua pihak yang berpekara,” tegasnya.
Putusan ini sekaligus juga membuktikan ketidakkonsistenan MK dalam melihat satu persoalan. Asep mengatakan kalau PK bisa PK kembali maka seharusnya juga putusan MK harus bisa digugat kembali selama ada bukti baru yang menegaskan bahwa putusan itu salah. Apalagi menyusul kasus yang membelit mantan Ketua MK Akil Mochtar dimana keputusannya dipengaruhi oleh adanya unsur suap, harusnya masyarakat juga bisa menuntut PK ke MK.
”Tapi kan tidak bisa demikian. Putusan MK itu mengikat. Cuma jelas MK inkonsisten. Emangnya keputusan mereka buat benar semua. Kan terbukti dalam kasus Akil yang keputusan-keputusannya dibuat berdasarkan suap sehingga tentunya keputusan itu salah, namun tetap saja keputusan itu tidak bisa diubah,” kata Asep.
Kalau MK konsisten, dia menambahkan seharusnya, kalau ada kejadian seperti kasus Akil ini, masyarakat bisa mengajukan PK juga di MK dengan memberikan bukti baru bahwa putusan tersebut salah karena ada suap di dalamnya. (zul/rmol)