‘Saya Lebih Enak di Dalam Penjara’
Pengakuan Mandor Pabrik Kuali di Depan Hakim PN
TANGERANG,SNOL Pengakuan mengejutkan mucul dalam persidangan kasus dugaan praktik perbudakan di pabrik kuali di Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur. Nurdin, salah satu mandor pabrik milik Yuki Irawan itu mengaku lebih enak tinggal di penjara dari pada di pabrik kuali.
Pengakuan tersebut diungkapkan terdakwa Nurdin, di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, yang diketuai yang Asiyadi Sembiring, Rabu (5/2). Terdakwa mengaku dirinya telah bekerja selama delapan bulan di pabrik kuali milik Yuki. Dirinya didakwa oleh majelis hakim karena ikut bersama-sama Tedi dan Yuki, melakukan pemukulan kepada para buruh. Yuki mengintruksikan kepada Nurdin, karena dianggap paling senior dan diperintahkan untuk mengajari serta mengawasi para pekerja apabila melakukan kesalahan atau tidak memenuhi target.
“Saya disuruh Yuki memukul pekerja yang melakukan kesalahan dan tidak mencapai target. Kalau saya tidak melakukan itu, saya yang dipukul dan digampar oleh Yuki,” ungkapnya dalam persidangan tersebut.
Selama menjadi pegawai, Nurdin mengaku tidak pernah mendapat gaji selama bekerja, tidak boleh keluar dari kawasan pabrik, tidak bisa sholat lima waktu dan sholat Jumat, tidak boleh jalan-jalan dan terkadang mandi pun hanya memakai sabun colek. “Lebih enakan mana kamu di pabrik kuali dengan dipenjara,” tanya hakim.
“Saya lebih enak di dalam penjara. Bisa melaksanakan sholat lima waktu dan dikasih makan tiga kali sehari,” jawabnya sambil mengundang tawa para pengunjung yang yang menyaksikan sidang.
Pernyataan tersebut sempat membuat hakim merasa prihatin, karena keluarga Nurdin di kampungnya juga tidak tahu kalau terdakwa dipenjara. Nurdin memiliki satu orang istri yang bekerja sebagai TKW di Arab Saudi selama sembilan tahun dan meninggalkan anaknya yang masih kecil berumur tiga tahun.
Mandor kedua, Sudirman alias Dirman, mengaku sudah bekerja selama enam bulan di pabrik Yuki. Dia juga ikut bersama Yuki melakukan pemukulan terhadap pekerka yang lalai dalam bekerja. Namun selam enam bulan bekerja sebagai bagian produksi pengecoran, dia tidak pernah digaji. Dia diminta oleh Yuki mengajari para pekerja dan dipaksa untuk memukul atau menggampar kalau pekerja melakukan kesalahan.
“Saya dipaksa oleh Yuki untuk menggampar para pekerja apabila lalai dalam bekerja memenuhi target. Para pekerja sempat ngobrol dengan saya bahwa mereka tidak tahan bekerja. Saya juga sempat ingin kabur tetapi takut sama bos Yuki,” ujarnya.
Berbeda dengan keterangan dua terdakwa mandor lainnya, Tedi dan Rohjaya. Bahkan ketua majelis hakim sempat memperingati keduanya karena tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan yang berbelit-belit.
Di hadapan hakim, Tedi mengaku dirinya bukan sebagai mandor melainkan sebagai supir. Dia juga tidak pernah memukul, tidak pernah mengunci mess, tidak merampas barang-barang milik pekerja dan bukan orang kepercayaan Yuki. Padahal di dalam BAP, Tedi adalah salah satu mandor yang sangat berperan. Namun dia sempat mengelak dari bukti-bukti persidangan yang ada dan mengatakan bahwa BAP tersebut tidak benar.
“BAP tersebut tidak benar. Saya waktu pemeriksaan dipukuli dan lampunya dalam keadaan gelap,” ungkapnya.
Begitu juga dengan Rohjaya. Dia juga mengaku tidak pernah memukuli para pekerja, tidak mengunci mess dan bukan sebagai mandor. Saat BAP, Rohjaya mengaku hanya didampingi tiga kali dan lima kali oleh penasehat hukumnya. “Dalam BAP itu ada yang benar dan ada juga yang salah,” kilahnya. Namun hakim menunjukkan bukti bahwa BAP tersebut telah ditandatangai oleh terdakwa bersama penasehat hukumnya. (mg-17/jarkasih)