KRL Maut Ingatkan Tragedi Bintaro 1987
JAKARTA,SNOL Ulangan tragedi maut kereta api di Bintaro, Jakarta Selatan, 19 Oktober 1987 terulang, Senin (9/10). Kali ini bukan KA versus KA, melainkan KRL versus mobil Tangki Pertamina. Sedikitnya sembilan orang tewas, termasuk sang masinis Darman Prasetyo dan puluhan lainnya luka-luka.
Kerasnya tabrakan yang berlangsung pukul 11.13 di perlintasan Bintaro Permai itu membuat truk tangki berukuran jumbo (24 ribu liter ) terseret sekitar 30 meter. Begitu kereta berhenti, terjadi ledakan dengan suara cukup keras, mirip adegan di film-film Hollywood.
“Setelahnya ada beberapa kali semburan api. Karena suaranya keras juga, sempat disangka ledakan,” tutur salah seorang anggota Yon Ahranudse 10 Bintaro yang ikut mengevakuasi korban. 24 ribu liter BBM jenis premium yang berada di tangki menjadi penyebab ledakan dan semburan api.
Api membakar habis truk tangki tersebut. Gerbong paling depan KRL bernomor KI 1 10 12 itu juga terbakar, dan para penumpang terjebak di dalam beberapa saat. Tiga orang yang berada di ruang masinis tidak selamat. Para penumpang di gerbong paling depan sempat terperangkap beberapa saat dan berteriak kepanasan karena pintu keluar gerbong macet.
Ningsih, salah seorang korban selamat di gerbong pertama menuturkan, saat itu ada orang dari luar KA yang membawa batu besar dan memukuli kaca dari luar hingga pecah. “Ada dua kaca yang dipecahkan, dan penumpang langsung berebutan keluar,” tutur warga Ciputat itu.
Hal senada diungkapkan Sally Handayani, korban selamat lain yang duduk di gerbong ketiga. Menurut dia, KRL tersebut minim peralatan darurat. “Palu untuk memecahkan kaca tidak ada,” tutur perempuan asal Jombang, Ciputat, itu. Sally mengaku syok berat, karena di saat yang sama dia juga harus menyelamatkan buah hatinya yang masih berusia 2,5 tahun.
Puluhan mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan kobaran api di truk tangki dan KRL. Salah seoerang petugas PMK menyebut angka 30 untuk jumlah mobil damkar yang dikerahkan. Beruntung, hujan deras mengguyur kawasan tersebut mulai pukul 13.00 sehingga api bisa segera dikuasai.
Meski begitu, bukan perkara mudah untuk memastikan api tidak timbul lagi. Bensin di tangki yang terbelah itu belum juga habis meski api telah padam. Hingga pukul 16.30, asap masih tampak mengepul dari badan tangki yang berisi minyak bercampur air.
Informasi yang dihimpun menyebutkan jika KRL tersebut baru saja berangkat dari stasiun Pondok Ranji, Tangsel, hendak menuju ke Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menjelang TKP, tampak truk tangki pertamina sudah berada di tengah rel dari arah timur ke Barat. Tabrakan tidak terhindarkan, dan truk tersebut diseruduk dari bagian kiri.
Selain truk tyang terseret 30 meter hingga terguling dan meledak, rangkaian gerbong KRL juga anjlok dan nyaris terguling. Gerbong pertama tampak miring hingga sekitar 45 derajat ke arah kanan. Gerbong kedua juga ikut terangkat. Selebihnya anjlok dan sebagian keluar jalur.
Penyebab tabrakan masih ada dua versi. Versi pertama, palang pintu perlintasan macet atau Pamuji, sang petugas palang pintu terlambat menutup jalur. Warga Bintaro itu diamankan polisi beberapa saat usai kejadian. Versi kedua, truk tangki Pertamina menerobos bersamaan dengan penutupan palang pintu perlintasan. Saat itu, kecepatan KRL diperkirakan 70 kilometer per jam.
Jumlah korban hingga semalam masih simpang siur. Kemarin siang, Polda Metro Jaya merilis jumlah korban meninggal ada dua orang dan korban luka mencapai 57 orang. Sorenya, salah seorang anggota tim evakuasi PMK menyebut jika saat awal kecelakaan ada enam orang yang meninggal. Ditambah dengan tiga orang yang baru berhasil dievakuasi sekitar pukul 15.30, jumlahnya menjadi sembilan orang.
Jumlah korban yang dirilis Polda Metro Jaya belum termasuk sopir dan kernet truk. Saat kecelakaan, keduanya diketahui selamat meski mengalami luka bakar parah. Sopir truk, Khosimin, 40, menderita luka bakar sekitar 40 persen, yakni di kepala, wajah, dan lengan.
“Kernetnya bernama Mujiono, 43 tahun, secara kasat mata tampak mengalami luka bakar di kepala, lengan, dan kaki. Kemungkinan sekitar 60 persen,” tutur Nisa Siti Yuniati, salah seorang petugas Puskesmas Pesanggrahan, Jaksel, yang terlibat dalam penanganan awal keduanya. Mereka dalam keadaan sadar saat dievakuasi.
Kecelakaan tersebut mengingatkan publik akan tragedi maut KA di Bintaro pada 19 Oktober 1987. Lokasi kecelakaan yang menewaskan sedikitnya 156 orang itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari lokasi kecelakaan KRL kemarin. (jpnn)