Banyak yang Harus Dibenahi

HUT ke-5 Kota Tangerang Selatan
PAMULANG, SNOL Lima tahun lalu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) belumlah apa-apa. Tapi kini, gerak kota termuda di Banten ini terus tumbuh dan menjadi incaran in­vestor. Meski demikian, masih banyak yang harus dibenahi untuk menjadikan kota ini sesuai dengan mottonya, cer­das, religius, dan modern.
Mulai dari persoalan in­frastruktur yang masih harus terus dibenahi, masalah sampah yang hingga kini belum juga menemukan solusi, pendidikan, ban­jir hingga persoalan kemacetan. Peker­jaan rumah (PR) ini hendaknya dijadikan renungan untuk ditemukan solusinya oleh duet kepemimpi­nan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie dalam rangka memperingati HUT ke-5 Kota Tangerang Selatan, yang jatuh pada hari ini.
Pengamat Kebijakan Publik dari UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jaka Badranaya mengatakan, selain persoalan-persoalan di atas, pem­benahan pelayanan publik juga harus menjadi perhatian. “Soal birokrasi. Keilmuan birokrasi di kota ini masih lemah, seh­ebat apapun walikotanya bila pe­layanan publiknya rendah, akan percuma,” ungkap Jaka kepada Satelit News, kemarin (25/11).
Menurutnya, kepraktisan pe­layanan birokrasi di Tangsel per­lu ada pembenahan. Terutama di tingkat kelurahan dan kecama­tan, sehingga lebih mendekatkan lagi masyarakat dengan pemer­intahannya.
Kemudian tak kalah penting­nya, pemimpin Tangsel harus memperhatikan grand strategy. “Bukan lagi 5 tahun ke depan, melainkan 20 tahun ke depan,” ujarnya. Sehingga, apapun yang menjadi PR pembangunan kota, bisa berkesinambungan selama 10-20 tahun ke depan. “Harus berani, jangan 5 tahun saja,” te­gasnya.
Jaka menilai, Kota Tangsel di bawah kepemimpinan Airin-Be­nyamin menunjukkan berbagai kemajuan yang signifikan. Mulai dari sarana prasarana kesehatan, penambahan jumlah puskesmas, pelayanan Jamkesda yang ditam­bah, serta pelayanan kesehatan gra­tis. Juga kemajuan pembangunan infrastruktur pendidikan, mulai dari bangunan SD sampai SMA, juga mulai menggeliat. “Yang belum itu jalan yang ada di dekat pasar tradis­ional. Saya belum lihat perbedaan­nya,” pungkasnya.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Tangsel, Gusri Effendi menga­takan, para pelaku usaha sebe­narnya betah untuk membuka usahanya di Tangsel. “Asal Pem­kot Tangsel mau memperhatikan dan segera mempercepat pem­bangunan infrastruktur,” ujarnya, Senin (25/11).
Menurut Gusri, geliat ekonomi di Tangsel yang baru meningkat selama tiga tahun terakhir, dini­lai sangat cepat. Terbukti dengan tingkat perekonomiannya berada di atas rata-rata nasional atau 8 persen lebih. Meski demikian, Pemkot perlu mempercepat lang­kahnya untuk menyikapi dinami­ka ekonomi dan kehidupan metro di wilayahnya. “Infrastruktur no­mor satu, kemudian pikirkan lagi pengadaan transportasi massal yang bisa menjadi solusi kemac­etan Kota Tangsel,” paparnya.
Dia mengumpamakan Jalan Raya Serpong seperti Jalan MH Thamrin, salah satu jalan ter­padat di Jakarta Pusat. Di jalan protokol tersebut, sudah banyak kendaraan umum massal yang bisa menjadi salah satu cara pe­mecah kemacetan.
“Kami nilai Pemkot Tangsel berhasil dengan membuat Per­wal pelarangan truk lewat di jam sibuk. Namun untuk memaksi­malkannya diperlukan juga trans­portasi massal yang berkualitas,” papar Gusrie.
Jalan Raya Serpong yang men­jadi pusat wisata kuliner di kota yang baru berusia balita itu, men­jadi hak dan wewenang Provinsi Banten. Namun alangkah bai­knya, bila Pemkot Tangsel mampu mempercepat koordinasi penanganan Jalan Raya Serpong tersebut ke provinsi. “Termasuk maksimalkan peran swasta,” ka­tanya.
Di Kota Tangsel, setidaknya ada 50 titik kemacetan. Dian­taranya Jalan Raya Serpong, beberapa titik pasar tradisional, Jalan Raya Ciater, Maruga, dan beberapa titik lainnya.
Titik macet tersebut tidak me­lulu selalu dipadati kendaraan, melainkan pada jam-jam sibuk tertentu yang membuat jalan tersebut terlihat padat. Seperti jam berangkat dan pulang kerja, juga pada saat hari libur atau akh­ir pekan. Faktor lainnya, banyak jalan utama yang sudah overload kapasitas berkendara. Pada tahun lalu saja, estimasi pertumbuhan kendaraan roda dua yang meng­gunakan jalan protokol sebanyak 1.600 per hari. Bila dikalikan 20 hari atau saat hari kerja, su­dah ada 12 ribu kendaraan roda dua yang menggeber mesinnya di jalanan. Terlebih di beberapa titik kemacetan tersebut tengah dalam proyek perbaikan dan pelebaran jalan, sudah pasti titik kemacetan bertambah.
Ketua Asosiasi Pengusaha In­donesia (Apindo) Kota Tangsel, Yacob Ismail, menyoroti soal sumber daya manusia (SDM) satuan kerja perangkat dinas (SKPD) Kota Tangsel yang be­lum dimaksimalkan. “SKPD harus up-grade, secara kompeti­si dan knowlagde yang dimiliki,” tutur Yacob.
Pimpinan daerah maupun kedi­nasan, ujarnya, perlu memperha­tikan lagi siapa yang menduduki jabatan apa. Sehingga, bila Wa­likota Airin Rachmi Diany se­bagai nahkoda menginginkan berlari lebih kencang, SKPD-nya bisa mengikuti. “Kalau perlu lelang jabatan. Sehingga kami dari pengusaha dan masyarakat, bisa nyaman secara bersama membangun Kota Tangsel,” be­bernya.
Prestasi
Meski masih banyak PR, na­mun banyak juga prestasi yang telah dicapai di Tangsel. Dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 juta jiwa di 2013, Pemkot Tangsel dinilai berhasil membangun be­berapa aspek.
“Yang langsung dirasakan masyarakat, saya bicara dan mendengarkan langsung dari masyarakat,” kata salah satu to­koh penggagas berdirinya Kota Tangsel, Zarkasih Nur, di Fes­tival Situ Gintung, Pisangan, Ciputat Timur, Senin (25/11).
Mantan Menteri Koperasi di era Presiden Abdurahman Wa­hid ini berpendapat, peningkatan di bidang pelayanan kesehatan sudah hampir merata. Terbukti dari adanya pelayanan puskemas di 25 titik lokasi, serta adanya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Ditambah lagi khusus warga Tangsel telah memperoleh pelayanan kesehatan gratis. “Se­dangkan infrastruktur sekarang mulai dari jalan sampai gang-gang sudah bagus, meskipun belum sepenuhnya mencapai kualitas memuaskan,” tandas­nya. (pramita/deddy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.