Airin Masih Bisa Fokus Kerja
Soal Kasus Alkes, KPK Belum Jadwalkan Pemeriksaan
JAKARTA, SNOL Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyelidikan baru terkait pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di Provinsi Banten dan Kota Tangerang Selatan. Meski mengaku siap diperiksa, Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany belum akan dipertemukan dengan penyidik KPK dalam waktu dekat. Airin pun kini masih bisa fokus kerja sebagai orang nomor satu di kota termuda di Banten ini.
Jubir KPK Johan Budi S.P mengatakan pihaknya memang telah memintai sejumlah keterangan pada pejabat terkait. Namun, hingga kini pihaknya belum menjadwalkan pemeriksaan kepada istri Tubagus Chaeri Wardhana, tersangka penyuapan kepada Akil Mochtar. “Belum ada jadwal,” ujarnya.
Seperti diberitakan, pada Selasa (22/10) KPK mengumumkan penyelidikan baru terkait dengan pengadaan alkes di Tangerang Selatan tahun anggaran 2010 sampai 2012. Sedangkan di Banten, pengadaan alkes yang diduga bermasalah terjadi pada tahun anggaran 2010-2011. KPK sendiri juga sudah meminta keterangan dari berbagai pihak di Dinas Kesehatan.
Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany saat mengunjungi suaminya di KPK enggan membuka kasus itu. Dia mengatakan menghormati keputusan KPK yang membuka penyelidikan pada pengadaan Alkes. Meski demikian, dia mengaku bersedia diperiksa KPK. “Siap,” ujar Airin singkat soal kemungkinan diperiksa KPK.
Terpisah, Penetapan Akil Mochtar sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disambut dingin oleh pihak mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Mereka mengaku belum diberi tahu soal sprindik baru tersebut. Termasuk, bukti yang mengarah dilakukannya tindak pidana itu.
Kuasa hukum Akil, Tamsil Sjoekoer mengaku tahu ada sangkaan baru pada kliennya melalui media. Belum ada pemberitahuan resmi dari lembaga antirasuah kepada dirinya maupun Akil Mochtar. Hal ini sama seperti saat munculnya sprindik ke dua. “Belum ada pemberitahuan apapun. Belum ada surat,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK memastikan menjerat Akil dengan UU TPPU. Sesuai dengan Pasal 3 UU TPPU, Akil diduga telah mengalihkan, menitipkan, mengubah bentuk, atas harta kekayaan yang diduga dari tindak pidana. Total, sudah ada tiga sprindik yang dikenakan padanya.
Dua surat perintah penyidikan lainnya adalah terkait dengan operasi tangkap tangan. Setelah diperiksa selama 1×24 jam, Akil resmi jadi tersangka dan dikenakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Beberapa minggu kemudian, KPK memunculkan sprindik baru dengan sangkaan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski sangkaan pada kliennya menumpuk, Tamsil tetap optimistis. Dia memilih menghormati proses hukum yang dilakukan penyidik. “Sebagai pengacara, kami harus menghormati,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, selama pemeriksaan penyidik KPK disebutnya belum terlalu mendalam menanyakan perkara. Tamsil menyebut untuk perkara awal belum ada materi yang diperiksa. Itulah kenapa, dia heran kenapa tiba-tiba muncul sprindik baru lagi soal TPPU.
“Kami tidak tahu bukti apa yang dimiliki KPK,” katanya. Dia tidak mau terlalu dalam menduga-duga apa yang dijadikan bukti oleh KPK. Tamsil memilih untuk menghormati keputusan penyidik saat ini.
Terpisah, Jubir KPK Johan Budi S.P mengatakan setelah munculnya sprindik baru akan diikuti dengan penelusuran aset. Pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengetahui transaksi yang selama ini terjadi. Bukan hanya yang menerima, tapi juga penyetor.
“Meminta bantuan PPATK untuk menelusuri rekening tersangka,” jelasnya. Penelusuran terhadap transaksi keuangan itu bisa jadi lebih mudah karena KPK sudah membekukan berbagai rekening milik Akil. Termasuk, yang terkait dengan perusahaannya di Kalimantan. Perusahaan itu sempat ramai dikabarkan sebagai salah satu lahan untuk mencuci uang.
Beberapa penyitaan juga sudah dilakukan KPK atas aset Akil. Mulai dari tiga mobil mewah yang dibeli Akil Mochtar yakni Mercy S 350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete. Ada juga uang Rp 2,7 miliar dari rumah dinas, dan surat berharga senilai Rp 2 miliar. (dim/jpnn)