UU Ormas Bersifat Tambal Sulam

SNOL. Persoalan UU Ormas bukan sekedar batang tubuh atau pasal-pasal, tapi pada konsep dasar pengaturannya.
“Dengan kata lain, meskipun DPR dan pemerintah memperbaiki materi UU Ormas, tapi itu bersifat tambal sulam karena perubahan yang muncul berdiri di atas kerangka berpikir yang keliru,” kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, dalam keterangan beberapa saat lalu (Jumat, 12/9).
Dalam hal pasal-pasal, Ronald Rofiandri melihat berbagai kerancuan. Misalnya kerancuan pengertian ormas yang ternyata bersumber dari ketidakjelasan norma, sebagaimana termuat dalam UU 8/1985. Definisi ormas dalam UU tersebut mencakup semua organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat, baik berdasarkan keanggotaan ataupun tanpa anggota.
“Akan tetapi karena tidak diikuti kejelasan norma, maka seringkali ditafsirkan hanya mengatur organisasi berdasarkan keanggotaan. Anehnya, konstruksi ormas yang diformulasikan oleh UU 8/1985 masih digunakan bahkan nyaris sama dengan apa yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU 17/2013,” ungkap Ronald.
Ronald menyimpulkan, dari 87 pasal yang ada dalam UU Ormas, hanya 48 pasal yang relevan dengan pengaturan ormas. Sisanya tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari konstitusi, UU Yayasan, UU KIP, UU Anti Pencucian Uang, dan UU terkait anti terorisme.
“Bahkan UU Ormas mencaplok materi pengaturan yang seharusnya menjadi wilayah RUU Perkumpulan (33 pasal),” demikian Ronald. (ysa/rmol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.